Pengamat: Tak Realistis Premium Dihilangkan
VIVAnews - Pengamat energi, Pri Agung Rakhmanto, menilai rencana pemerintah menghilangkan Premium sangat tidak masuk akal. "Ini tak realistis," kata dia saat dihubungi VIVAnews.com, di Jakarta, Jumat 29 April 2011.
Dia mengatakan, rencana pemerintah menekan subsidi bahan bakar minyak (BBM) melalui larangan penggunaan Premium bagi kendaraan pelat hitam saja maju-mundur tak jelas. Apalagi harus menghilangkan subsidi dan menghapus Premium. "Ini idealis sekali, sangat berat tantangannya," tegasnya.
Jeleknya infrastruktur bahan bakar minyak tak bersubsidi di wilayah Indonesia menjadi penyebabnya. Misalnya, saat pengalihan Premium ke Pertamax bagi mobil pribadi di Jabodetabek, banyak stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang tak siap. Puluhan SPBU harus menambah investasi lagi agar bisa menjual Pertamax.
Pri Agung menambahkan, sebenarnya bila pemerintah menginginkan energi lebih bersih, bisa menggunakan cara lain, seperti bahan bakar gas atau yang lain. "Ini tergantung bagaimana sikap pemerintah," kata direktur eksekutif Reforminer Institute ini.
Di Eropa misalnya, oktan 90 merupakan bensin paling jelek, sedangkan di Indonesia 88. Bahkan di Amerika Serikat masih beredar bensin beroktan 86. "Bedanya di AS, bensin sudah tak disubsidi lagi," katanya.
Kemarin, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan bahwa pemerintah berharap rencana pengaturan konsumsi BBM bersubsidi bisa terealisasi secepatnya. Bahkan, pemerintah secara bertahap benar-benar akan menghapus produk Premium.
"Jika pembatasan BBM tidak segera diterapkan, maka akan membahayakan finansial (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)," kata Agus. (art)