Setelah Newmont, Pemerintah Lirik Inalum
VIVAnews - Setelah memastikan untuk membeli saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) sebesar tujuh persen, pemerintah mulai membicarakan kelanjutan pengelolaan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang masa kontraknya habis pada 2013.
"Jika Inalum tidak dijaga untuk kembali ke Indonesia, nantinya akan menjadi suatu kehilangan besar," kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu 27 April 2011.
Agus mengungkapkan, masalah Inalum saat ini sedang dibahas bersama dengan Ditjen Kekayaan Negara. Rencananya, pemerintah akan masuk ke Inalum, karena perusahaan itu diyakini memiliki nilai tambah yang baik.
"Pada 2013, nilainya akan mencapai US$1,29 miliar. Kalau tidak hati-hati, bisa hilang dari Indonesia," kata Agus.
Pada 2013, saat masa kontrak habis, kepemilikan Inalum diharapkan dapat kembali ke Indonesia. Nantinya, akan ditenderkan kembali dan melihat siapa saja yang berminat.
Menkeu menegaskan bahwa penting bagi Indonesia untuk menjaga kontrak-kontrak yang sudah jatuh tempo sehingga dapat kembali ke Indonesia. Pemerintah juga nantinya akan berniat untuk menambah kepemilikan di Inalum.
"Jika pemerintah akan membeli, rencananya akan masuk melalui PIP (Pusat Investasi Pemerintah)," kata Agus.
Inalum adalah perusahaan peleburan aluminium (smelter) yang memanfaatkan energi pembangkit tenaga listrik air (PLTA) Asahan. Komposisi pemegang saham perusahaan adalah pemerintah Indonesia sebesar 41,1 persen dan Nippon Asahan Aluminium (NAA), Jepang, sebanyak 58,9 persen.
Saham NAA dimiliki Japan Bank for International Cooperation (JBIC) yang mewakili pemerintah Jepang sebesar 50 persen dan 12 perusahaan swasta Jepang (50 persen). Proyek itu mulai beroperasi pada 6 Januari 1976 sesuai Master of Agreement yang ditandatangani 7 Juli 1975. Kerja sama ini akan berakhir pada 2013.