Kunjungan PM China, Kadin Usung Revisi ACFTA
VIVAnews - Pemerintah dan pengusaha terus berupaya agar perjanjian perdagangan bebas ASEAN dan China (ACFTA), khususnya dengan Indonesia, dapat segera diperbarui. Kesempatan tersebut datang ketika Perdana Menteri China, Wen Jiabao, berkunjung ke Indonesia membahas upaya penguatan kerja sama dengan Indonesia.
Sayangnya, dalam pertemuan dengan PM China dan rombongan, pengusaha yang diwakili Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia hanya bisa mengajukan tiga pertanyaan kepada pimpinan parlemen Negara Tiongkok tersebut.
"Besok kami diperbolehkan bertemu dengan rombongan dari China dan diizinkan untuk memberikan tiga pertanyaan dan itu masing-masing dari China dan Indonesia," kata Ketua Komite Tetap Kadin Bidang Hubungan Kerja Sama Lembaga Internasional, Maxi Gunawan, di kantor Kadin, Jakarta, Jumat, 29 April 2011.
Menurut Kadin, perjanjian perdagangan Indonesia dalam kerangka ACFTA saat ini memang memaksa sejumlah pengusaha gulung tikar karena daya saing yang melemah. Namun, Kadin akan tetap berpikiran positif terhadap polemik perlunya revisi perjanjian perdagangan tersebut.
"Saya rasa kami harus positive thinking bahwa semua polemik itu dapat diselesaikan," katanya.
Namun, Kadin menilai kasus ACFTA harus dijadikan introspeksi baik bagi pengusaha dan pemerintah terutama dalam membuat sebuah perjanjian perdagangan. Kadin menganggap pemerintah seharusnya melibatkan lembaga itu pada setiap perjanjian kerja sama yang akan dibuat pemerintah dengan mitranya.
"Kami juga harus introspeksi dan kalau ada polemik itu sudah biasa," kata Maxi.
Pemerintah Indonesia membuka wacana negosiasi ulang terhadap perjanjian perdagangan dengan China dalam kerangka ACFTA. Pemerintah menilai ACFTA telah mempengaruhi produksi barang domestik.
Meski kecil, ACFTA terbukti telah membuat sekitar 200 dari 9.000 produk domestik keteteran akibat dibukanya keran perdagangan antara ASEAN dan China.
Menteri Perindustrian, MS Hidayat beberapa waktu lalu pernah mengungkapkan renegosiasi Indonesia dan China tidak akan melibatkan ASEAN karena akan memakan waktu. Selain itu, revisi bisa dilaksanakan karena protocol fair sudah disepakati tahun lalu.
Data Kementerian Perindustrian menunjukkan sektor industri yang terkena dampak implementasi ACFTA meliputi industri tekstil dan produk tekstil (TPT), industri alas kaki (sepatu), industri elektronik, industri mebel kayu dan rotan, industri mainan anak, industri permesinan, industri besi dan baja, industri makanan dan minuman, serta industri jamu dan kosmetik.
Indikasi kerugian implementasi ACFTA antara lain menurunnya produksi (industri) sekitar 25-50 persen, penurunan penjualan di pasar domestik 10-25 persen, dan penurunan keuntungan 10-25 persen. Selain itu, pengurangan tenaga kerja 10-25 persen. (art)