FITRA: 124 Pemda Terancam Bangkrut
VIVAnews - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) memperkirakan 124 daerah di Indonesia memiliki anggaran belanja pegawai lebih besar dibandingkan dengan belanja modal. Ke-124 daerah ini menganggarkan belanja pegawai hingga diatas 60 persen dari APBD-nya.
"Otonomi daerah untuk mendekatkan pelayanan publik, sulit tercapai dengan semakin besarnya 'ongkos tukang'," kata Sekjend FITRA Yuna Farhan dalam siaran pers yang diterima VIVAnews, Minggu, 3 Juli 2011.
Fitra khawatir jika kondisi keuangan tersebut dibiarkan berlarut-larut, kebangkrutan diperkirakan akan segera mengancam daerah dalam 2-3 tahun mendatang. Kondisi ini terjadi karena APBD hanya digunakan untuk membiayai pegawai.
Dalam catatan FITRA, sebanyak 124 daerah memiliki anggaran belanja pegawai diatas 60 persen dengan belanja modal hanya 1-15 persen. Dari jumlah tersebut, sebanyak 16 daerah bahkan memiliki anggaran belanja pegawai diatas 70 persen.
Pemerintah Daerah (Pemda) yang paling besar mengalokasikan anggaran belanja pegawai adalah Kabupaten Lumajang hingga 83 persen dan belanja modal hanya 1 persen.
FITRA menilai besarnya anggaran belanja pegawai bukannya tidak disadari oleh pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Namun Bendahara Negara ini seharusnya menyadari bahwa tingginya belanja pegawai di tingkat pusat maupun daerah terjadi karena kebijakan remunerasi yang terbukti belum mampu mengurangi perilaku korupsi birokrasi.
Penyebab besarnya anggaran belanja pegawai juga berasal dari kenaikan gaji secara berkala mulai tahun 2007 hingga 2011 yang berkisar antara 5-10 persen. Pemerintah juga harus menambah anggaran belanja pegawai karena pemberian gaji ke-13.
Faktor penyebab lain adalah rekrutmen pegawai negeri sipil (PNS) yang dilakukan secara terus-menerus tanpa memperhatikan keterbatasan anggaran.
Melihat kondisi tersebut, FITRA mendesak pemerintah untuk menciptakan formula dana perimbangan baru yang memberikan insentif bagi daerah yang berhasil meningkatkan pendapatan dan mengurangi belanja pegawai.
Pemerintah juga diminta untuk melakukan depolitisasi birokrasi. Alasannya, kepala daerah yang menjabat sebagai pembina PNS Daerah seringkali menjadi ajang politik untuk meraih dukungan dengan menambah berbagai tunjangan dan rekrutmen PNS Daerah baru.
Terakhir, pemerintah diimbau untuk menyusun rasio jumlah pegawai. Meski secara jumlah belum terlihat adanya kelebihan pegawai, namun FITRA memandang penyebaran PNS masih belum merata di sejumlah kawasan di Indonesia. (eh)