BI: Inflasi 2012 Lebih Rendah
VIVAnews - Bank Indonesia memperkirakan besaran inflasi pada 2012 lebih rendah dibandingkan 2011, yakni sebesar 4,5 persen ± 1 persen. Sementara itu, pada 2011, inflasi diperkiraan sebesar 5 persen ± 1 persen.
Menurut Direktur Riset Ekonomi Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dampak dari krisis ekonomi global yang menyebabkan menurunnya pertumbuhan ekonomi membuat tekanan pada inflasi tahun mendatang rendah.
"Juga, seiring dengan penurunan harga komoditas," ujar Perry saat rapat dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu 30 November 2011.
Dari sisi pengaruh dalam negeri, dia melanjutkan, faktor volatile food yang tetap terkendali karena produksi dan distribusi terus dijaga, juga membuat inflasi terkendali.
Selain itu, faktor administered price tetap terkendali, yakni harga bahan bakar minyak, tarif dasar listrik maupun gas alam cair saat ini masih berada di bawah tingkat keekonomiannya.
"Angka yang dimasukkan (inflasi 2012), sudah memperhitungkan kenaikan harga TDL pada kuartal II," kata Perry.
Risiko dalam pengendalian inflasi, Perry menambahkan, datang dari aspek komoditas strategis mencakup harga BBM, TDL maupun liquid petroleum gas (LPG) dan tekanan pangan yang berpotensi mengalami kenaikan harga, baik dipicu faktor dalam atau luar negeri.
"Diharapkan kebijakan koordinasi pengendalian harga pangan menjadi penting untuk ditingkatkan," tutur Perry.
Tantangan utama dalam pengendalian inflasi di tingkat daerah, dia melanjutkan, adalah belum adanya landasan hukum dan aturan yang secara baku menetapkan mekanisme kerja dan sumber pendanaan kegiatan.
"Tantangan tersebut, menjadi prioritas bagi Pokjanas (kelompok kerja nasional) untuk diselesaikan," ujar Perry.
Untuk itu, Perry menyatakan bahwa agenda yang diperlukan untuk penguatan koordinasi dalam pengendalian inflasi antara lain kajian pengembangan pusat informasi harga pangan dan penguatan cadangan pangan daerah dalam kerangka ketahanan pangan nasional. (art)