Portofolio Investasi Bakrie Tumbuh 48 Persen

VIVAnews - PT Bakrie & Brothers Tbk meningkatkan portofolio investasi sebesar 48 persen dari Rp7,43 triliun pada 31 Desember 2010 menjadi Rp11,01 triliun per akhir Maret 2011.
Namun, selama triwulan I-2011, perseroan mencatatkan kerugian bersih Rp281,41 miliar. Rugi bersih ini terutama disebabkan oleh beban keuangan yang lebih tinggi pada tiga bulan pertama tahun ini.
"Kerugian bersih di triwulan I-2011 ini terutama disebabkan pengeluaran yang cukup besar terkait diperolehnya pinjaman US$597 juta pada Maret 2011," kata Direktur Utama dan Chief Executive Officer Bakrie & Brothers, Bobby
Gafur Umar, dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews.com di Jakarta, Jumat 10 Juni 2011.
Pinjaman itu, menurut Bobby, digunakan guna refinancing utang sekaligus membiayai transaksi Vallar. "Kami berharap pada paruh kedua 2011, perseroan mampu mengurangi jumlah utang secara signifikan," tuturnya.
Bobby menambahkan, selama periode tiga bulan pertama 2011 tersebut, pendapatan perseroan mencapai Rp2,82 triliun. Perdagangan sektor energi yang menyumbang 58 persen dari total pendapatan telah membantu perseroan dalam mengkompensasi akibat yang ditimbulkan dari dekonsolidasi laporan keuangan unit usaha Perseroan, PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk.
Direktur Keuangan dan Chief Financial Officer Bakrie & Brothers, Eddy Soeparno, menambahkan, total aset perseroan pada akhir Maret 2011 tercatat Rp35,04 triliun, atau meningkat 10 persen dibandingkan akhir 2010 sebesar Rp31,77 triliun. "Peningkatan ini terutama disebabkan oleh kenaikan nilai pasar atas investasi jangka pendek yang dimiliki perseroan," ujar Eddy.
Ekuitas perseroan juga tercatat meningkat menjadi Rp14,45 triliun pada akhir triwulan I-2011, atau naik 6 persen dibandingkan akhir 2010 sebesar Rp13,65 triliun.
Saat ini, menurut dia, perseroan sedang menyiapkan pelaksanaan kuasi
reorganisasi. Kuasi reorganisasi akan berdampak positif terhadap perseroan dan para investor.
Melalui program kuasi reorganisasi, Eddy menambahkan, perseroan dapat melanjutkan usaha dengan lebih baik, dengan neraca yang menunjukkan nilai sekarang tanpa dibebani defisit.
Nilai buku juga akan menggambarkan kondisi yang sesungguhnya. "Yang penting, perseroan akan memiliki kemampuan untuk membagikan dividen di masa mendatang," kata Eddy.