Seberapa Besar Dampak Kenaikan BBM pada Saham
VIVAnews - Tekanan pada pasar saham dan obligasi dalam jangka pendek diperkirakan masih akan terjadi menyusul rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi jenis bensin dan solar.
PT BNP Paribas Investment Partners dalam laporan kajian kenaikan harga BBM yang diterima VIVAnews di Jakarta, Kamis 1 Maret 2012, menyatakan, kenaikan harga BBM Rp1.500 per liter akan menyebabkan kenaikan inflasi tahun ini dari 5 persen menjadi 6,5 persen.
"Pandangan kami, kenaikan harga BBM juga akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dari asumsi awal 6,5 persen menjadi 6,3 persen," kata Presiden Direktur PT BNP Paribas Investment Partners, Vivian Secakusuma.
Kendati demikian, salah satu lini bisnis BNP Paribas Group ini menilai dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut dapat diredam, mengingat kemampuan Bank Indonesia sangat baik dalam mempertahankan nilai tukar rupiah dan mengintervensi pasar obligasi. Selain tentunya kondisi fundamental ekonomi yang masih kuat.
BNP Paribas juga melihat populasi kelas menengah akan mampu menghadapi dampak kenaikan harga bahan bakar bersubsidi. Sebab, mayoritas pemilik kendaraan pribadi --sekitar 60 persen kendaraan beroda dua dan 50 persen kendaraan beroda empat-- sudah menggunakan bahan bakar nonsubsidi yang telah sesuai dengan harga pasar.
Rupiah dan saham terkoreksi
Sementara itu, tiga hari setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan rencana kenaikan harga BBM pada 22 Februari 2012, mata uang rupiah langsung melemah 1,3 persen terhadap dolar AS. Indeks harga saham gabungan (IHSG) juga turun 3,4 persen, sedangkan HSBC Bond Index terkoreksi 2,7 persen.
"Angka penurunan ini relatif lebih kecil dari yang dikhawatirkan sebelumnya," ujar Vivian.
Valuasi rata-rata rasio harga saham dibandingkan laba bersih per saham (P/E Ratio) dari seluruh saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia saat ini adalah 13 kali dari pendapatan korporasi.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, nilai valuasi pasar saham Indonesia diperdagangkan pada level 13,5 kali dari estimasi pendapatan selama setahun. Kondisi ini menunjukkan pertumbuhan laba korporasi lebih cepat dibandingkan dengan kenaikan harga saham sejak 2008.
BNP memperkirakan kinerja pasar saham Indonesia akan tetap positif yang didukung oleh laba berkesinambungan, dengan proyeksi pertumbuhan pendapatan emiten mencapai 15 persen pada tahun ini.
Pandangan yang positif tersebut didukung oleh pertumbuhan investasi di sektor riil, populasi berpendapatan menengah, maupun kredit perbankan. "Kami percaya ekonomi Indonesia mampu bertahan dan konsumsi domestik tetap kuat. Tingkat suku bunga yang rendah mungkin masih dipertahankan di tengah-tengah tren inflasi yang rendah," ujar dia.
Rendahnya inflasi merupakan dampak dari pembangunan infrastruktur, ekspansi pasar ritel modern, dan peningkatan arus investasi langsung yang diharapkan dapat menurunkan biaya logistik, serta menambah suplai persediaan barang. (art)