RI Bergantung pada Buah Asal China
VIVAnews - Lonjakan impor buah-buahan dari China membuat neraca perdagangan Indonesia-China defisit paling besar dibandingkan negara lainnya, yaitu mencapai US$1,1 miliar pada Januari 2012. Selain China, Indonesia juga mengalami defisit perdagangan dengan Thailand.
"Ternyata besi dan baja kita tergantung dari China, buah-buahan juga," kata Direktur Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS), Satmiko Darmesto, di Jakarta, Kamis 1 Maret 2012.
Berdasarkan data BPS, ekspor non migas Indonesia ke China mencapai US$1,3 miliar. Namun, impor Indonesia dari China justru hampir dua kali lipatnya yaitu US$2,5 miliar pada Januari 2012.
Impor non migas Indonesia dari China terbesar adalah kapas yang mencapai 45 persen dari total impor. Diikuti buah-buahan 40 persen, kendaraan dan bagiannya 29 persen, barang-barang organik 20 persen, serta besi dan baja 15,5 persen.
Tak hanya China, defisit perdagangan juga terjadi pada kegiatan ekspor-impor dengan Thailand. Impor Indonesia dari Thailand mencapai US$779 juta, sedangkan ekspor Indonesia hanya US$429 juta. Impor Indonesia dari Thailand didominasi oleh gula dan kembang gula sebesar 59,5 persen, diikuti oleh kendaraan 41,03 persen.
"Ternyata, walaupun pemerintah telah mengarahkan produsen untuk membuat kendaraan di Indonesia guna diekspor, RI juga mengimpor kendaraan cukup besar, seperti sedan-sedan kecil dari Thailand," paparnya.
Namun, dari total impor Indonesia Januari 2012 sebesar US$14, 5 miliar, impor bahan baku/penolong memberikan peranan terbesar, yaitu 71,94 persen dengan nilai US$10,4 miliar. Diikuti impor barang modal sebesar 20,38 persen atau US$2,9 miliar dan impor barang konsumsi 7,68 persen atau US$1,1 miliar. (art)