Perpres Keluar, Pembatasan BBM Tak Juga Jelas
VIVAnews - Pengamat perminyakan Universitas Indonesia, Kurtubi, menilai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu tidak tegas mengatur penghematan subsidi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
"Masih belum tegas, mengaturnya mau ke mana? Ada pembatasan dan juga ada peluang menaikkan harga," kata Kurtubi di Jakarta, Rabu 15 Februari 2012.
Kurtubi mengatakan, jika pemerintah ingin menaikkan harga, payung hukum yang digunakan tidak bisa hanya lewat perpres. Pemerintah seharusnya mengubah terlebih dahulu Undang-Undang APBN menjadi UU APBN-P 2012.
"Urut-urutannya, UU dahulu baru perpres. Tidak boleh dulu-duluan. Hierarki perundangannya itu harus diperhatikan," kata Kurtubi seraya menegaskan pemerintah tidak bisa memaksakan kehendak menaikkan harga dengan hanya menggunakan perpres.
Mengenai pembatasan BBM bersubsidi, Kurtubi secara tegas menolak kebijakan itu, karena akan menggiring masyarakat menggunakan Pertamax. Langkah itu dinilai sama saja dengan mengubah perilaku masyarakat dari minyak ke minyak.
"Itu tak boleh diterapkan, karena bertentangan dengan kebijakan energi nasional, kita bergantung ke minyak," kata Direktur Center for Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES) itu.
Untuk menurunkan subsidi BBM, dia melanjutkan, pemerintah seharusnya memilih langkah diversifikasi BBM menjadi bahan bakar non-BBM dan energi baru terbarukan. Menaikkan harga BBM, harus menjadi opsi terakhir setelah pemerintah berupaya meningkatkan efisiensi pengeluaran APBN terlebih dahulu.
"Hindari proyek-proyek yang penuh korupsi dan tingkatkan dulu harga ekspor LNG ke China," tuturnya. (art)