Minyak Naik, Cost Recovery Melonjak 23%
VIVAnews - Pemerintah mengusulkan biaya cost recovery atau biaya operasi minyak dan gas bumi yang dikembalikan negara dalam rancangan APBN-Perubahan 2012 sebesar US$15,16 miliar atau naik 23 persen dibandingkan APBN 2012 yang hanya US$12,33 miliar.
Kepala Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) R Priyono menjelaskan, kenaikan cost recovery tersebut atas usulan para produsen migas. "Atas usulan itu per Maret 2012, cost recovery dinaikkan," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi Energi DPR, Jakarta Selasa 13 Maret 2012.
Dia menjelaskan, BP Migas akan mengawasi secara ketat pelaksanaan cost recovery sehingga ada kemungkinan dana yang dikeluarkan pemerintah akan turun. Selain itu, BP Migas juga akan memiliki batas cost recovery tidak akan lebih dari 25 persen hasil produksi.
"Kalau ternyata nanti cost recovery-nya lebih dari 25 persen, maka di-carry over ke 2013, sehingga nilainya tetap terjaga," ujarnya.
Ia menjelaskan melonjaknya cost recovery dalam APBN-P 2012 ini disebabkan perubahan asumsi harga minyak Indonesia (ICP). Naiknya ICP menyebabkan naiknya biaya operasi kontraktor dalam meningkatkan produksi minyak.
Dia mencontohkan, biaya operasi Duri Steamflood meningkat karena proyek tersebut memakai gas untuk meningkatkan produksi minyaknya. Saat ICP US$90 per barel, biaya operasi dialokasikan US$1,5 miliar. "Namun dengan patokan ICP US$105, biayanya meningkat menjadi US$1,8 miliar," katanya.
Menurutnya, biaya cost recovery ini dibutuhkan untuk meningkatkan cadangan migas Indonesia. Cost recovery sebesar US$15,16 miliar terdiri dari pengeluaran eksplorasi US$1,166 miliar dan pengembangan US$3,349 miliar.
Biaya produksi yang terdiri dari enhanced oil recovery (EOR), pemeliharaan dan lainnya US$7,657 miliar, Duri Steamflood US$1,767 miliar, serta belanja administrasi US$1,22 miliar. (adi)