BBM Naik, Tren Saham Bisa Berbalik Menguat?
VIVAnews - Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) diperkirakan tidak berpengaruh signifikan terhadap pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG). Melihat pengalaman beberapa tahun sebelumnya, kenaikan harga BBM justru membalikkan tren yang ada.
Analis PT Universal Broker Securities, Satrio Utomo, mengatakan, pada 2005, saat harga BBM naik, IHSG justru direspons positif. Kondisi serupa terjadi pada 2008.
"Kami tarik dari 2005 dan 2008, IHSG malah naik. Padahal, saat itu terjadi dua kali kenaikan harga BBM," kata Satrio saat diskusi bersama wartawan di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin 5 Maret 2012.
Kendati demikian, Satrio menuturkan, pasar memang sempat trauma pasca kenaikan harga BBM pada 2008. Namun, situasi itu terjadi karena pasca kenaikan harga BBM terjadi krisis, sehingga membuat pasar sedikit trauma.
"Ketika 2008, setelah kenaikan harga BBM, kita kena krisis, jadi kondisinya menjadi panik," ungkapnya.
Dia menambahkan, untuk tahun ini, kenaikan harga BBM memang tidak terelakkan. Sebab, harga minyak dunia terus naik jauh dari anggaran yang diasumsikan pemerintah di awal tahun.
"Ada hal yang harus diperhatikan pasar. Jika dalam jangka pendek kenaikan harga minyak dunia hanya berhenti di kisaran US$115-120 per barel, dipastikan pasar sudah siap, karena sesuai dengan prediksi kenaikan pemerintah yang mencapai 40 persen dari anggaran harga minyak," ujarnya.
Namun, Satrio melanjutkan, jika harga minyak dunia di kisaran US$125-130 untuk tiga bulan ke depan, akan membuat tekanan terhadap pemerintah, sehingga opsi kenaikan harga BBM yang diambil pemerintah sudah dianggap tepat. "Itu untuk mengatasi keuangan pemerintah juga," tegasnya.
IHSG 4.150
Sementara itu, Head of Research PT MNC Securities, Edwin Sebayang, mengatakan kenaikan harga BBM dinilai dapat mempengaruhi kondisi IHSG ke depan, jika kenaikannya cukup signifikan.
Menurut dia, kenaikan harga BBM dapat membuat laju inflasi melambung tinggi dan mengakibatkan pelaku pasar tidak siap. "Kalau kenaikan Rp1.500 sampai Rp2.000 per liter itu bisa menjadi masalah dan acuan outlook inflasi akan berubah," kata Edwin.
Edwin menuturkan, jika harga BBM naik Rp500-1.000 per liter, dengan memperhitungkan kenaikan tarif listrik dan pangan, inflasi hingga akhir tahun hanya mencapai 5-5,5 persen.
Selain itu, acuan suku bunga Bank Indonesia (BI rate) diperkirakan di kisaran 5,5-6,0 persen. Kondisi ini membuat laju IHSG diproyeksikan bisa menembus level 4.500 hingga akhir tahun.
"Sementara itu, kalau kenaikan harga BBM Rp1.500-2.000, potensi pelambungan inflasi cukup besar dan bisa mencapai 6,5 persen di akhir tahun. Begitu juga BI Rate bisa mencapai 6,5 persen. Hal ini bisa menekan laju IHSG ke level 4.150," kata dia.