Capaian Ekonomi Makro Harus Diikuti Mikro
VIVAnews - Ormas Nasional Demokrat (NasDem) mengakui pemerintah berhasil meningkatkan ekonomi Indonesia dari data-data makro. Namun, kenaikan itu seharusnya dirasakan sektor mikro, sehingga tidak terjadi kesenjangan.
Anggota Dewan Pertimbangan NasDem, Thomas Suyanto, mengatakan data makro yang meningkat yaitu pendapatan per kapita mencapai US$3.500, kenaikan cadangan devisa, inflasi yang terkendali, dan nilai tukar rupiah yang stabil.
"Namun, prestasi tadi tidak diimbangi perbaikan dan perkembangan sektor mikro, sehingga ada kesenjangan antara pelaku ekonomi. Yang besar tambah besar," kata Thomas dalam jumpa pers 'Catatan Akhir Tahun 2011 Nasional Demokrat' di kantor pusat NasDem, Jakarta, Kamis, 29 Desember 2011.
Ia mengatakan, pengangguran dan kemiskinan tetap akan menjadi bom waktu atas kerawanan sosial tersebut. Untuk itu, pemerintah perlu membuat terobosan program pengurangan angka pengangguran dan kemiskinan.
Pemerintah, Thomas melanjutkan, sebaiknya lebih banyak menarik investasi langsung yang dapat lebih menyerap tenaga kerja ketimbang investasi di pasar modal. "Sebab investasi pasar modal itu ada risiko, sewaktu-waktu investor dapat menarik modalnya," kata Thomas.
Di sisi lain, Anggota Dewan Pertimbangan Ormas NasDem, Soleh Solahudin, mengatakan dari sisi upaya pembangunan manusia mengalami penurunan. Hal itu terbukti dalam Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI) yang turun dari peringkat 116 menjadi 124. Beberapa unsur yang dinilai dalam indeks itu adalah pendapatan, kesehatan, dan pendidikan.
Ia juga mengkritisi impor pangan yang meningkat. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada semester I-2011 impor pangan naik dari US$5,3 miliar tahun lalu menjadi US$6,3 miliar. Komoditas pangan yang diimpor yaitu beras, kedelai, jagung, biji gandum, tepung terigu, gula pasir, gula tebu, daging, mentega, minyak goreng, susu, telur unggas, kelapa, kelapa sawit, lada, cengkeh, kakao, cabe kering, tembakau, dan bawang merah. Untuk itu, pemerintah harus meningkatkan produksi pangan nasional, sehingga bisa mengurangi impor pangan.
"Ketergantungan pada pangan impor hampir pada semua kebutuhan pokok. Paling menonjol impor gula yang mencapai hampir 30 persen, impor kedelai 70 persen, dan gandum 100 persen dari kebutuhan dalam negeri," kata Soleh. (art)