Pengusaha Tolak Penutupan Ekspor Rotan
VIVAnews - Kamar Dagang (Kadin) Indonesia menolak kebijakan penutupan ekspor rotan, karena dinilai merugikan perekonomian bangsa. Sejumlah asosiasi yang tergabung di bawah Kadin menilai, kebijakan itu tidak dilandasi rasa kebersamaan dan keadilan.
"Selain merugikan jutaan masyarakat rotan dan mengancam keberadaan rotan, juga mengancam rasa persatuan dan kesatuan sebagai bangsa," kata Wakil Ketua Umum Kadin, Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik, Natsir Mansyur, pada rapat Kadin tentang Rotan bersama asosiasi dan pelaku usaha pengolahan rotan, di kantornya, Jakarta, Selasa 8 November 2011.
Seharusnya, Natsir melanjutkan, pemerintah tidak terburu-buru mengambil keputusan, mengingat potensi produksi nasional Indonesia antara 300-400 ribu ton per tahunnya tidak akan mampu diserap seluruh industri mebeul dan produk rotan dalam negeri.
"Kami juga mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan kebijakan tata niaga rotan baru yang memperhatikan kepentingan industri hulu sampai hilir produk rotan," ungkapnya.
Natsir melanjutkan, juga memperhatikan kesejahteraan petani maupun pemungut, pengumpul, pekerja, pengrajin, serta pengusaha rotan. Yaitu dengan memenuhi kebutuhan industri dalam negeri dan produk rotan yang selebihnya maupun yang tidak dipakai di dalam negeri untuk dapat dioptimalkan pemanfaatannya melalui ekspor. "Baik itu volume maupun jenisnya," kata dia.
Selain itu, Kadin meminta pemerintah memperhatikan pasokan bahan baku dan mengamati serta mengontrol kepada rotan plastik (imitasi) yang merupakan produk saingan dan substitusi dari rotan alam Indonesia.
Pemerintah, menurutnya, sebaiknya mendengar saran dan hasil kajian Komisi Pengawasa Persaiangan Usaha/KPPU agar tidak ada kelompok yang mendominasi secara tidak adil dan melanggar kaidah persaingan usaha yang jujur dan anti monopoli.
Pemerintah juga berkewajiban membina industri produk rotan alam sama seperti yang dilakukan terhadap industri rotan imitasi. "Agar mampu menjadi perusahaan penghasil tidak kalah serta mampu bersaing dan unggul dalam menghadapi perusahaan sejenis dari negara lain," tutur dia.
Pemerintah, kata Natsir, perlu menciptakan iklim usaha yang kondusif, menyediakan sarana dan prasarana, memberikan fasilitas pajak dan keuangan yang kompetitif agar rotan alam mampu memberikan manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial yang optimal bagi Indonesia.
DPR dan DPD, lanjut Natsir, diharapkan juga dapat mengawal dan mengawasi setiap kebijakan pemerintah sehingga tidak merugikan kehidupan masyarakat.
"Kadin bersama pemerintah, baik itu Kemendag, Kemenperin, Kemenhut beserta para pemangku kebijakan segera melakukan pertemuan sesegera mungkin," kata Natsir.
Sebagai informasi, potensi produksi lestari rotan Indonesia sebanyak 300 - 400 ribu ton per tahun yang tidak dapat diserap sepenuhnya.
Berdasar data yang ada, penyerapan industri dalam negeri tahun 2011 adalah sebanyak 15 ribu ton atau menurun dari sebelumnya yaitu 30 ribu ton.
Dari sekitar 300 jenis atau spesies rotan Indonesia, hanya sekitar 7-8 jenis saja yang dipergunakan oleh industri mebel dan kerajinan dalam negeri sehingga terjadi over supply, baik dari segi kuantitas maupun jenisnya. (adi)