Pemerintah Larang Ekspor Bahan Baku Rotan
VIVAnews - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan akhirnya resmi mengeluarkan larangan ekspor bahan baku rotan. Larangan ini terutama untuk mendukung industri berbahan baku rotan di dalam negeri.
"Kami menutup ekspor bahan baku rotan dengan keyakinan akan terjadi penyerapan oleh industri di dalam negeri. Selain itu, pembangunan sentra produksi ke depan tidak hanya difokuskan di pulau Jawa tetapi akan dikembangkan di seluruh Indonesia," kata Menteri Perdagangan, Gita Irawan Wirjawan, dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews.com, Kamis, 1 Desember 2011.
"Dan tak kalah pentingnya, peningkatan usaha untuk terjadinya alih teknologi dari luar yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas produk melalui pengembangan desain." imbuhnya.
Mendag menuturkan, beberapa waktu yang lalu pemerintah telah melakukan kebijakan pengetatan ekspor melalui eksportir terdaftar, penetapan kuota ekspor, jenis dan ukuran yang dapat diekspor, serta pengenaan bea keluar.
Namun, kebijakan tersebut ternyata belum dapat mendorong laju pertumbuhan industri rotan di dalam negeri, agar kembali pulih seperti di waktu yang lalu. Hingga akhirnya pemerintah menganggap perlu untuk mengeluarkan kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan.
Gita menuturkan, alasan mendasar dari dikeluarkannya kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan ini, yaitu untuk menjaga ambang lestari sumber daya rotan dan hutan. Selain itu untuk meningkatkan utilisasi industri dan ekspor produk rotan, serta untuk mencegah terjadinya penyelundupan akibat masih diperbolehkannya ekspor jenis-jenis rotan tertentu.
Dia menjelaskan, beberapa langkah kebijakan yang perlu dilakukan untuk meminimalisir dampak dari pelarangan ekspor bahan baku rotan. Yaitu dengan melakukan berbagai kebijakan dan rencana aksi yang dapat dilihat dari berbagai aspek.
Dari aspek perindustrian. Pertama, menjamin ketersediaan bahan baku rotan untuk kepentingan industri dalam negeri. Kedua, meminimalisir dampak langsung kepada petani atau pengumpul rotan sehingga semua rotan yang dihasilkan dari hutan alam dan hasil budi daya dapat diserap oleh industri di dalam negeri.
Aspek perindustrian yang ketiga, menyiapkan roadmap pengembangan industri dalam negeri yang realistis dan dapat segera diaplikasikan. Serta penyiapan SDM yang memiliki keahlian dalam pengolahan bahan baku rotan. Keempat, melakukan promosi bersama-sama kementerian terkait untuk peningkatan penggunaan produk dari bahan baku rotan di dalam negeri.
Kemudian aspek kehutanan, yaitu adanya dukungan kebijakan yang nyata agar petani atau pengumpul rotan tidak berpindah kepada usaha tanaman lain ataupun sektor lain. Sehingga petani atau pengumpul tetap memungut rotan guna pasokan kepada industri di dalam negeri.
Kedua, adanya dukungan kebijakan untuk menjaga ekosistem rotan, agar rotan tidak punah oleh adanya eksploitasi sumberdaya rotan yang berlebihan atau adanya keengganan petani atau pengumpul untuk memungut rotan.
Sementara aspek perdagangan, yaitu pertama Peraturan Menteri Perdagangan yang menetapkan rotan masuk ke dalam sistem resi gudang. Serta rotan yang masuk dalam resi gudang akan mendapat subsidi pemerintah untuk bunga bank. Kedua, penyiapan gudang untuk penampungan rotan dalam sistem resi gudang.
Ketiga, penerapan standar mutu bahan baku rotan yang di pasarkan di dalam negeri. Keempat, Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengangkutan Rotan Antar Pulau untuk mencegah terjadinya penyelundupan rotan dan menjaga ketersediaan bahan baku industri barang jadi rotan di dalam negeri.
Paket Kebijakan
Dari langkah-langkah itu, pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan secara bersamaan. Pertama, Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ekspor Rotan yang mencakup larangan ekspor rotan asalan, rotan mentah, dan rotan setengah jadi.
Kedua, Peraturan Menteri Perdagangan tentang pengangkutan antar pulau rotan. Ketiga, Peraturan Menteri Perdagangan tentang barang yang dapat disimpan di gudang dalam penyelenggaraan sistem resi gudang.
Keempat, Peraturan Menteri Perindustrian tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 119/M-Ind/Per/10/2009 tentang peta panduan (Roadmap) pengembangan klaster industri furnitur (terutama furnitur rotan).
Kelima, Peraturan Menteri Kehutanan tentang penetapan rencana produksi rotan lestari secara nasional periode 2012 yang berasal dari pemanfaatan dan pemungutan Hasil hutan bukan kayu rotan yang dibebani IUPHHBK atau IPHHBK yang sah.
Ekspor Rotan Mentah
Sebelumnya, pemerintah telah menerapkan kebijakan untuk membuka dan menutup ekspor rotan melalui pemberlakuan larangan ekspor rotan mulai 1989 hingga 1999 dan larangan yang kedua dikeluarkan pada Mei 2004 sampai Juni 2005.
Sedangkan kebijakan untuk memperbolehkan ekspor rotan dilakukan pertama sejak 1999 sampai dengan 2004, dan kedua pada 2005 hingga sekarang. Kebijakan membuka dan menutup ekspor rotan yang telah dilakukan pemerintah ternyata belum mampu untuk mengembangkan industri pengolahan yang berbahan baku rotan.
Beberapa faktor penyebabnya adalah, pertama, diperbolehkannya ekspor rotan mengakibatkan eksploitasi pengambilan rotan. Sehingga mengancam kelestarian bahan baku rotan. Kedua, diperbolehkannya ekspor rotan dapat mengakibatkan industri dalam negeri kesulitan untuk mendapatkan akses suplai bahan baku rotan di dalam negeri.
Ketiga, industri yang berbahan baku rotan di luar negeri memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif (diluar aspek bahan baku). Seperti akses permodalan dengan bunga rendah, fasilitas infrastruktur yang memadai, menggunakan desain yang modern, sistem produksi yang efisien, menggunakan teknologi yang baik dan kepercayaan buyer untuk membeli produk yang berbahan rotan dari negara pesaing Indonesia.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan industri pengolahan rotan di dalam negeri dapat kembali bangkit dan bersaing lebih baik di pasar internasional, sehingga akan memperbaiki taraf hidup para pelaku industri kecil, menengah maupun para petani atau pengumpul rotan di sentra-sentra produksi.
Sebagai informasi, Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia. Sekitar 85 persen konsumsi rotan dunia dipasok dari Indonesia. Di Indonesia terdapat delapan marga rotan yang terdiri dari sekitar 306 jenis, namun yang biasa dimanfaatkan ada 51 jenis.
Menurut data dari Kementerian Kehutanan hasil penelitian dari International Tropical Timber Organisation (ITTO), rotan yang dapat diproduksi lestari adalah sebesar 530.000 ton rotan mentah dan kemudian dikonversi dalam rotan kering menjadi 2,5 berbanding satu kilogram rotan kering. Sehingga jumlahnya menjadi 210.000 ton. Kemudian menjadi rotan asalan sebesar 126.000 ton, dan dari rotan asalan menjadi rotan setengah jadi (50 persen) sebesar 63.000 ton.
Dari jumlah tersebut, rotan setengah jadi rata-rata diekspor sebesar 33.000 ton dan sisanya sebesar 30.000 ton dipakai untuk pasokan kebutuhan industri barang jadi rotan dan furnitur rotan dalam negeri. Utilisasi industri dalam negeri sekarang tinggal sebesar 30 persen karena adanya ekspor. Sehingga pasar industri berbahan baku rotan dipasok oleh pesaing yang mendapatkan bahan baku rotan dari Indonesia.
Kebutuhan bahan baku rotan untuk pasokan dalam negeri membutuhkan jumlah sebesar 62.921 ton dengan perincian 60 persen rotan murni dan 40 persen rotan kombinasi atau sama dengan satu ton mebel rotan sama dengan 1,2 ton rotan bahan baku. Bahan baku untuk mebel rotan kombinasi sebesar 30 persen, dan anyaman 10 persen. (eh)