Ironi, Rokok Sumbang Kekayaan Para Miliader
VIVAnews- Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai kekayaan para miliader di Indonesia adalah ironi, karena disumbang dari rokok yang dibeli orang miskin. Orang terkaya di Indonesia, Budi Hartono memiliki penghasilan Rp340 miliar per hari, sementara penghasilan masyarakat Indonesia rata-rata Rp85 ribu per hari.
Tulus Abadi mengatakan sistem cukai yang berlaku di Indonesia selama ini lebih banyak digunakan untuk pemberdayaan industri rokok dan pembangunan. Sementara di negara lain, cukai rokok digunakan untuk upaya pengendalian rokok dan pengobatan.
"Hal inilah yang menyebabkan konsumsi rokok itu meningkat, terutama di usia anak-anak. Ini adalah ironi dari sistem cukai yang berlaku di Indonesia," ujar dia dalam seminar terkait cukai rokok di Jakarta, Rabu, 30 November 2011.
Seperti yang ditulis majalah Forbes, dua orang terkaya Indonesia bergerak di bisnis rokok. Mereka adalah Budi Hartono, pemilik pabrik rokok Djarum yang berada di peringkat pertama dengan total kekayaan US$14 miliar atua Rp129 triliun.
Selain dari rokok, pundi-pundi kekayaannya juga dari kepemilikan sahamnya di PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Sedangkan peringkat kedua yaitu Susilo Wonowidjojo, pemilik PT Gudang Garam Tbk. Hartanya US$10,5 miliar (Rp94,5 triliun).
Berdasarkan data Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik pada 2009, rumah tangga termiskin RI terperangkap konsumsi rokok. Enam dari 10 rumah tangga termiskin mengalokasikan pengeluarannya untuk rokok pada 2009. Sebanyak 68 persen rumah tangga di Indonesia memiliki pengeluaran untuk membeli rokok.
Pengeluaran untuk membeli rokok ini akan membebani ekonomi rumah tangga termiskin dan mengorbankan pengeluaran lain yang jauh lebih penting. Pengeluaran untuk rokok berada di peringkat dua setelah makanan pokok.
Dari sisi tembakau, Indonesia adalah penghasil rokok terbesar di dunia setelah China dan India. Sementara dalam epidemi tembakau global, Indonesia menduduki urutan 3 setelah China dan India. Ke depan, posisi Indonesia bisa menjadi nomor 1 karena tidak ada batasan dalam penjualan dan konsumsi rokok.
"Dikhawatirkan ke depan tren ini akan menguat. Padahal tembakau adalah pemicu kematian yang tinggi dibandingkan penyakit global yang lain," ujarnya. (umi)