Freeport Bantah Tunggak Royalti
VIVAnews - Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga ada kerugian negara yang diakibatkan tunggakan pembayaran royalti PT Freeport Indonesia (FI) kepada pemerintah Indonesia dalam kurun waktu 2002-2010. Tunggakannya mencapai US$176,884 juta atau setara dengan dengan Rp1,591 triliun.
"Mekanisme perhitungan royalti mengacu kepada tarif dan standar perhitungan yang ada dalam kontrak karya PT Freeport termasuk juga untuk pembayaran royalti tambahan," kata Peneliti ICW Firdaus Ilyas di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan. Selasa, 1 November 2011.
Namun jika penghitungan optimasi penerimaan negara dari royalti tambang Freeport berdasarkan PP 13 tahun 2000 dengan tarif flat tembaga 4 persen, Emas 3,75 persen, Perak 3,25 persen, maka negara berpotensi kehilangan penerimaan negara sebesar US$738,138 juta atau setara dengan Rp6,643 triliun.
"Sementara dari royalti yang baru direalisasikan PT Freeport sejak 2002 sampai 2010 baru sekitar US$873,2 juta," ujar dia.
Untuk itu pemerintah perlu melakukan renegoisasi kontrak karya PT Freeport dengan menekankan pada kewajiban divestasi dan penguasaan mayoritas (51%) oleh Indonesia. Disamping itu pemerintah juga perlu melakukan audit ulang terkait royalti yang diterima pemerintah Indonesia dari PT Freeport.
"Paling tidak pemerintah BPK harus melakukan audit ulang. Ini kita sudah dapat kecil malah dikecilin lagi," tandasnya.
Tanggapan Freeport
PT Freeport Indonesia menegaskan patuh membayar royalti sesuai dengan kontrak karya PT Freeport Indonesia yang telah disepakati pada tahun 1991. PT Freeport Indonesia membayar tiga jenis royalti dan berbagai jenis pajak.
Wakil Presiden Bidang Pajak Freeport Indonesia, Rini Ranti menjelaskan sesuai kontrak karya, Freeport membayar tiga jenis royalti, yaitu Tembaga 3,5 persen, emas 1 persen dan perak 1 persen.
"Jadi kalau ada tudingan yang bilang Freeport hanya membayar 1 persen royalti saja, itu salah," kata Rini di kantornya, Jakarta, Selasa 1 November 2011.
Menurut Rini, dalam kontrak karya diatur secara rinci pembayaran royalti dan pajak. Freeport juga membayar 12 jenis pajak. Pajak terbesar merupakan PPh badan sebesar 35 persen, hingga berakhir kontrak karya Freeport Indonesia.
"PPh badan kami membayar lebih tinggi dari aturan yang ada sebesar 25 persen,"katanya. Menurutnya, di dalam kontrak karya ada pembayaran-pembayaran yang lebih besar dibandingkan peraturan yang berlaku, seperti PP 13 tahun 2000. Berdasarkan pasal 13 kontrak karya, Freeport wajib membayar satu paket royalti dan pajak sepeti PPh badan, PPn, PBB, dan lain-lain.
Ia menjelaskan pada 2010 lalu Freeport membayar pajak sebesar US$1,9 miliar atau sekitar Rp18 triliun. Sedangkan pada tahun ini hingga September 2011, Freeport Indonesia telah membayar pajak US$2 miliar. "Lebih besar dibandingkan tahun lalu,"katanya.
Lantas, jika Freeport membayar lebih besar dengan menggunakan kontrak karya dibandingkan aturan PP Nomor 13 tahun 2000, kenapa Freeport lebih memilih menggunakan aturan Kontrak Karya? "No comment," jawab juru bicara PT Freeport Indonesia, Ramdhani Sirait. (umi)