Bank Dunia Kritik Pedas Sistem Logistik RI

Peluang Bisnis Online Tanpa Ribet - Serta Info terbaru seputar dunia bisnis indonesia terupdate dan terpercaya

Kamis, 10 November 2011

Bank Dunia Kritik Pedas Sistem Logistik RI

VIVAnews - Bank Dunia mengkritik kinerja pemerintah dalam upaya membenahi logistik. Kritik terutama ditujukan kepada pembangunan infrastruktur yang tertuang dalam cetak biru Sistem Logistik Nasional (Sislognas) serta Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

"Proses pembuatan strategi ini makan waktu lama, tapi tidak ada tindakan nyata,'' kata Ahli Senior Perdagangan, Unit Multi Donor Facility for Investment and Trade Climate World Bank, Henry Sandee, usai diskusi Indonesia Logistic Summit 2011, di Jakarta Convention Centre, Kamis, 10 November 2011.

Henry menjelaskan, persoalan logistik pada konektivitas perdagangan akan mempengaruhi daya saing nasional. Kondisi diperparah dengan melorotnya indeks Logistic Performance Index, di mana posisi Indonesia semakin terpuruk dari tahun ke tahun.

Dia menambahkan, selama ini banyak negara lebih 'dipusingkan' dengan rencana strategi daripada tindakan nyata. Indonesia sendiri memiliki pekerjaan yang cukup berat, khususnya ketika peringkat Logistic Performance Index Indonesia saat ini turun ke posisi 75 dari 43 pada 2007 dari 183 negara.

Sebagai informasi, di Asia Tenggara, Indonesia hanya unggul atas Laos, Kamboja, dan Myanmar. Sementara itu, Malaysia, Thailand, dan Singapura jauh meninggalkan Indonesia.

Berdasarkan studi yang dilakukan Bank Dunia terhadap eksportir Indonesia, ditemukan bahwa biaya pengiriman ekspor Indonesia ke Eropa jauh lebih mahal daripada ekspor Malaysia. Biaya antar kontainer dari Cikarang, Jawa Barat ke Tanjung Priok saat ini mencapai US$775, lebih tinggi dari biaya Kuala Lumpur ke pelabuhannya, Port Klang yang hanya US$400.

Persoalan lain yang dihadapi Indonesia adalah ukuran pelabuhan utama Indonesia di Tanjung Priok, Jakarta termasuk kecil. Kondisi itu membuat hanya kapal bermuatan 4.000 kontainer yang bisa masuk. Pada akhirnya, biaya pengangkutan ke Eropa akan membutuhkan biaya yang besar.

"Hal ini membuat Indonesia harus mengirim ke Malaysia dan Singapura terlebih dahulu. Padahal, selisih biayanya mencapai US$200, dan dari Malaysia ke Eropa biaya mencapai US$600," kata Henry.

Selain itu, Bank Dunia menilai pelabuhan Tanjung Priok memerlukan proses mengeluarkan kontainer lebih lama dibandingkan pelabuhan lain. Jika pada 2010 waktu pengangkutan membutuhkan 4,9 hari, pada 2011 justru bertambah menjadi 6 hari.

"Kita harus ingat saat ini ada kenaikan 1 juta kontainer --pada 2011-- tanpa ada penambahan areal," kata Henry.

Dia mengingatkan, upaya untuk membenahi sistem logistik di Indonesia memerlukan koordinasi antar pemangku kebijakan.

Henry mengatakan, Indonesia sebetulnya bisa mencontoh Afrika Selatan yang berhasil menaikan posisi ke level posisi 27. Padahal, mereka tidak melakukan pembenahan infrastruktur berskala masif dan justru yang dilakukan hanya melakukan penyesuaian aturan sehingga tak menghambat logistik.

Pejabat MDFITC World Bank, Wahyu Trenggono, menambahkan, kelemahan lain yang dimiliki Indonesia dalam sistem logistiknya adalah penentuan kurs yang hanya bisa dilakukan pada Senin. Padahal, kontainer dan kapal yang masuk bisa tiap hari. "Jadi weekend-nya tidak digunakan sama sekali," kata dia. (art)

Kerja di rumah

Popular Posts