Moratorium PNS Tak Berlaku Bagi Honorer
VIVAnews - Pemerintah menyatakan bahwa moratorium atau penangguhan penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berlaku sejak 1 September hingga 31 Desember 2012 tidak berlaku bagi tenaga honorer yang telah bekerja di lembaga pemerintah sebelum 1 Januari 2005.
Tenaga honorer itu juga telah diverivikasi dan validasi berdasarkan kriteria yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 jo PP Nomor 43 Tahun 2007 sesuai kebutuhan organisasi, redistribusi, dan kemampuan keuangan negara.
"Tenaga honorer sesudah itu (1 Januari 2005) tetap terkena moratorium," kata Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Aparatur, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Ramli Naibaho, di kantornya, Jakarta, Jumat, 28 Oktober 2011.
Penundaan sementara penetapan formasi untuk penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) selain tidak berlaku bagi tenaga honorer, juga dikecualikan bagi kementerian/lembaga yang membutuhkan PNS untuk melaksanakan tugas sebagai tenaga pendidik, tenaga dokter dan perawat pada UPT Kesehatan, jabatan yang bersifat khusus dan mendesak, serta kementerian/lembaga yang memiliki lulusan ikatan dinas sesuai peraturan perundang-undangan.
Kemudian, pengecualian moratorium juga berlaku bagi pemerintah daerah yang besaran anggaran belanja pegawai kurang dari 50 persen dari total anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2011.
Jabatan yang bersifat khusus dan mendesak yang dimaksud itu harus ditetapkan oleh tim reformasi birokrasi nasional dengan arahan yang ditetapkan oleh komite pengarah reformasi birokrasi nasional. "Kalau honorer tidak kena moratorium, tapi tetap harus pemberkasan," ungkapnya.
Sebelumnya, Pemerintah menyatakan, bahwa moratorium PNS yang berlaku sejak 1 September lalu hingga 31 Desember 2012 mengharuskan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten/Kota untuk melaporkan penghitungan jumlah kebutuhan PNS yang tepat berdasarkan analisis jabatan dan beban kerja untuk melakukan penataan organisasi (rightsizing) dan penataan PNS dalam kerangka pelaksanaan reformasi birokrasi.
Namun, hingga 25 Oktober, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi baru menerima laporan jumlah analisis kebutuhan dari 97 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Padahal, pemerintah pusat meberikan batas waktu hingga akhir Desember 2011 untuk pelaporan kebutuhan ini.
Dari 97 Kabupaten/Kota yang sudah menghitung analisis kebutuhan, lanjut Ramli, yang tersebar di 22 Provinsi itu diantaranya Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Tengah, DI Jogjakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, dan Papua Barat. (eh)