Krisis Eropa, AS Berimbas ke Industri Rotan
VIVAnews - Ekspor mebel berbahan dasar rotan di Indonesia turun sejak krisis keuangan di AS pada 2008 dan kini diperparah oleh krisis utang di Eropa. Turunnya permintaan dari pasar Eropa dan Amerika berdampak hingga ke sentra produksi rotan di Cirebon.
"Setiap tahun ada yang tutup, ada juga yang baru buka mencoba peruntungan namun kadang ada yang baru enam bulan sudah tutup karena tidak kuat, logikanya tutup karena bisnis yang tidak menguntungkan," kata General Manager CV Sulawesi Jaya, Elfis Liandi, di Cirebon, Kamis 27 Oktober 2011.
CV Sulawesi Jaya adalah salah satu suplier kayu rotan terbesar dan lumayan lama di Cirebon. Awalnya berdiri di Tangerang yang dulu dikenal salah satu sentra industri mebel rotan, namun sejak 2000 pindah ke Cirebon karena di Tangerang pun industri mebel tidak berkembang. Perusahaanya biasa mengambil rotan dari sentra rotan di Sulawesi Tengah, Utara, Selatan, Kalimantan dan Sumatera Barat.
Sejak 2008 hingga sekarang, permintaan rotan pabrik-pabrik rotan telah turun hingga 50 persen. Alasan yang Ia sering dengar dari pengrajin adalah karena turunnya permintaan ekspor dari Eropa dan Amerika sejak terkena krisis. "Mebel merupakan kebutuhan sekunder," katanya.
Demi bertahan, perusahannya pun menjalankan strategi-strategi agar cash flow perusahaan tetap berjalan dan 200 pegawainya tetap mendapatkan penghasilan. Pada awal 2011 ini, Ia menurunkan harga jual rotan setengah jadi sekitar 5-10 persen karena turunnya permintaan rotan.
Ia menjual rotan dengan tiga kelas, AB rotan yang jenis paling bagus dijual dengan Rp12.000/kg, BC kelas menengah Rp10.000/kg dan CD kelas paling bawah dijual dengan harga Rp8.000/kg. Kelas paling bagus digunakan untuk mebel, berwarna putih mengkilat natural, sedangkan kelas CD biasanya rotan yang berkualitas jelek, warna sudah pucat membiru biasanya digunakan untuk membuat keranjang. Ia menjual rotan-rotan tersebut dengan satu buntelan seberat 80 kg.
Elfis juga memberlakukan sistem utang kepada pengrajin dan pabrik-pabrik yang jumlahnya sekitar 100 lebih. "Hanya 1-2 persen yang bayar cash, sisanya utang. Syaratnya harus dibayar 1 bulan ke depan, tapi pada telat semua. Dibayar dua bulan berikutnya saja sudah bagus," katanya.
Untuk itu, ia meminta agar pemerintah untuk lebih mendorong industri mebel rotan di Cirebon. Caranya dengan memberikan dukungan permodalan untuk pengrajin karena saat ini sektor perbankan enggan untuk mengucurkan kredit ke industri mebel rotan.
"Jika ditunjang modal maka sektor mebel rotan di Cirebon dapat kembali bergairah," katanya.