DPR Anggap BI Lampaui Batas Pengawasan Bank
VIVAnews - Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Harry Azhar Aziz merasa bahwa Bank Indonesia telah melampaui batas dalam melakukan pengawasan perbankan.
Menurut Harry, mengacu bunyi pasal 34 UU No 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menjelaskan bahwa pengawasan perbankan bukan berada ditangan bank sentral.
"Di dalam pasal 34 UU nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, kan sudah jelas bahwa dalam konteks pengendalian moneter memang ada di Bank Indonesia tetapi bukan di sektor pengawasan," kata Harry di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 27 Oktober 2011
Harry menuturkan, ke depan akan terjadi peralihan, pengawasan bank berada di tangan Otoritas Jasa Keuangan dan itu sudah tepat, sehingga tidak menyisakan masalah.
"Jika nantinya OJK sudah diresmikan, BI masih berhak melakukan pemeriksaan terhadap bank, tetapi BI diwajibkan melapor kepada OJK terlebih dahulu," ujarnya.
Harry menambahkan, mengenai sistem pengawasan bank di OJK, pihaknya mengaku tidak akan mengikuti sistem pengawasan yang ada di BI. "Itu akan merujuk ke sistem pengawasan OJK, bukan BI, waktunya saya kira cukup sampai 2013 mendatang," uangkap harry.
Sementara itu, terkait pasal 40 RUU OJK, kata Harry, mengenai kriteria sistemik pengawasan perbankan, DPR belum membahasnya secara detail.
"Kita memang belum detail mengatur soal kriteria bank sistemik yang masuk pengawasan BI itu, tetapi saya kira bisa dibahas lebih detail karena antara BI-OJK kan akan ketemu minimal tiga bulan sekali," lanjutnya.
Berikut bunyi pasal 40 RUU OJK:
(1) Dalam hal Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank tentu, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan terlebih dahulu secara tertulis kepada OJK.
(2) Dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank
(3) Laporan hasil pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada OJK paling lama 1 bulan sejak diterbitkannya laporan hasil pemeriksaan.
Dihubungi di tempat terpisah, juru biacara Bank Indonesia Difi A. Johansyah menyatakan di pasal 40, definisi bank sistemik (SIB) itu harus jelas. Sebab, ada bank yang masuk kriteria SIB tapi ada bank yang tidak masuk kriteria tapi memiliki dampak sistemik.
"Kalau BI hanya bisa memeriksa bank yang sistemik tapi nggak bisa periksa bank yang berpotensi berdampak sistemik, lantas bagaimana? Sebab, bank yang berpotensi berdampak sistemik itu bisa bank menengah atau kecil mengingat keterkaitan yang erat antar bank," kata Difi. (umi)