Kejar Swasembada Gula, Pabrik Dibangun
VIVAnews - Pemerintah berencana merevitalisasi pabrik gula dan membangun pabrik gula baru sekitar 10-25 unit sebagai langkah strategis pencapaian swasembada gula nasional.
"Program revitalisasi industri gula 2010-2014 ditujukan untuk mencapai swasembada gula pada 2014," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa dalam Rapat Kerja tentang Swasembada Gula Nasional dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat di Gedung MPR-DPR RI, Jakarta, Senin 18 Juli 2011.
Hatta menuturkan, dengan sasaran swasembada gula sebanyak 5,7 juta ton pada 2014, diperlukan peningkatan gula kristal putih dari pabrik gula yang ada menjadi 3,57 juta ton. Terdiri atas pabrik gula BUMN sebanyak 2,32 juta ton dan pabrik gula swasta 1,25 juta ton.
"Sedangkan untuk tambahan dari pembangunan pabrik gula baru sebanyak 2,13 juta ton dibutuhkan 10-25 pabrik, tergantung dari besaran giling yang akan dipakai antara 6.000-15.000 TCD (ton cane per day)," ujar Hatta.
Untuk revitalisasi pabrik gula yang sudah ada, dia melanjutkan, pemerintah akan berinvestasi dan merevitalisasi manajemen, teknologi, infrastruktur disertai dengan intensifikasi lahan dengan peningkatan produktivitas lahan serta pabrik gula. Upaya itu dilakukan berdasarkan indikator capaian rendeman pabrik gula dari 6,47 persen dengan target 8,5 persen pada 2014.
Selain itu, diberikan keringanan pembiayaan pembelian mesin atau peralatan kepada pabrik gula yang berinvestasi guna peningkatan kapasitas produksi, efisiensi, dan mutu gula.
"Pada 2010, diberi keringanan sebesar 10 persen dari nilai investasi dan hanya untuk mesin atau peralatan produksi dalam negeri sebanyak delapan perusahaan (47 pabrik gula) dengan total investasi Rp190,09 miliar," ujar Hatta.
Hatta menambahkan, pada tahun ini, keringanan ditingkatkan menjadi 15 persen ditambah 7,5 persen, bila memenuhi kriteria tingkat komoditas dalam negeri atau maksimal keringanan sebesar 22,5 persen.
"Cakupan bantuan diperluas tidak hanya untuk off farm, tapi on farm. Juga diperkenankan mesin atau peralatan impor, sepanjang belum bisa diproduksi di dalam negeri atau sudah diproduksi di dalam negeri, tapi jumlahnya belum mencukupi," katanya. (art)