Ekonom Pertanyakan Fatwa Haram BBM
VIVAnews -- Majelis Ulama Indonesia mewacanakan fatwa haram bagi orang mampu untuk memakai bahan bakar minyak bersubsidi. Tujuannya, efisiensi energi dan sumber daya alam sesuai ajaran agama. Juga agar si kaya tak mengambil subsidi yang jadi hak orang yang tak mampu.
Namun, pertanyaannya, apakah fatwa haram efektif untuk mengurangi pemakaian BBM? Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa berpendapat, sebagai usaha boleh-boleh saja, tapi itu tak akan efektif. "Kalau mau bentuknya tegas, yang melanggar dihukum. Fatwa itu berhubungan dengan kepercayaan, jadi tidak terlalu nyata (sanksinya)," kata dia saat dihubungi VIVAnews.com, Rabu 29 Mei 2011 petang.
Meski demikian, diakui Purbaya, pengaturan BBM mendesak dilakukan, sebab, konsumsi premium terus meningkat sehingga membebani anggaran negara. "Upaya ini untuk mengendalikan APBN karena kenaikan harga," kata dia.Untuk itulah, jelas dia, pemerintah berusaha menurunkan konsumsi BBM bersubsidi.
Ada dua opsi yang sekarang dimiliki pemerintah, membatasi konsumsi BBM bersubsidi atau menaikkan harganya. Mana yang terbaik, Purbaya mengaku tak tahu. "Kalau pemerintah mau ya harus serius, kalau bisa dibuat peraturan yang jelas, orang mampu dipaksa memakai Pertamax," kata dia. "Kalau yang paling gampang mengurangi anggaran, ya naikkan harga BBM bersubsidi."
Soal berapa ideal kenaikan harga, Purbaya belum menghitungnya."Tapi yang perlu diperhatikan tiap kenaikan 10 persen akan menaikkan inflasi. Harus diperhatikan oleh pemerintah soal ini," urai dia.
Dalam hal ini, pemerintah harus tegas. "Naik atau tidak, perhatikan inflasinya jangan tinggi. Belanjanya tepat waktu sehingga tidak memengaruhi pertumbuhan ekonomi," kata dia.
Sebelumnya, pengamat perminyakan, Kurtubi berpendapat, dibanding opsi pembatasan BBM bersubsidi hanya untuk rakyat tak mampu -- yang pengawasannya lemah, ia lebih memilih kebijakan menaikkan harga BBM. Kenaikan harga BBM itu akan mengurangi jumlah subsidi BBM dan memperkecil perbedaan harga nonsubsidi.
"Namun pemerintah harus menjelaskan kepada rakyat bahwa dana yang dihemat dari kenaikan BBM ini akan dipakai untuk infrastruktur atau program pemerintah lainnya" ujar Kurtubi ketika dihubungi VIVAnews.
Jika APBN hampir jebol, pemerintah bisa menaikkan harga BBM bersubsidi sebanyak Rp1.000 -- dari Rp4.500 menjadi Rp5.500. (umi)