DBS: Ekonomi RI Bisa Tumbuh Seperti China
VIVAnews - Indonesia berhasil melewati periode pasca pemulihan krisis keuangan global dengan baik dibandingkan negara lain di kawasan Asia Pasifik. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 6,5 persen atau meningkat dibandingkan 2010.
Namun, menurut Managing Director Economic and Currency Reasearch DBS Bank Singapura, David Carbon, sebenarnya Indonesia bisa tumbuh lebih dari 6-7 persen.
"Pertumbuhan Indonesia saya sebut good. Tapi, tidak bisa disebut golden, karena Indonesia seharusnya bisa tumbuh 8-9 persen seperti China," ujar Carbon di Jakarta, Kamis, 23 Juni 2011.
Pemerintah, Carbon menambahkan, seharusnya lebih berperan untuk meningkatkan angka pertumbuhan. "Misalnya, dengan mendorong konsumsi, perbaikan kualitas buruh, iklim investasi, regulasi, dan infrastruktur," kata dia.
Jika Indonesia menginginkan pertumbuhan ekonomi bertahan lama, Carbon menyarankan agar pemerintah menanamkan investasi tidak hanya pada sektor permodalan, tapi lebih kepada Human Capital Investment.
Pertumbuhan Indonesia saat ini sudah sangat baik. Menurut Carbon, setidaknya hingga tujuh persen bila dibandingkan negara-negara Asia lainnya. Misalnya, pada Maret 2011, PDB Asia --akumulatif dari beberapa negara-- turun, namun di saat yang sama, Indonesia dan India naik.
"Contoh sampai triwulan pertama 2011, pertumbuhan PDB Singapura (12,3 persen), China (11,3 persen), India (9,9 persen), Taiwan (9,5 persen), Hong Kong (8,4 persen), dan Indonesia (7,2 persen)," kata Carbon.
Menurut Carbon, ekspansi perekonomian Indonesia terjadi karena adanya dorongan yang besar dari hasil produksi industri dan ekspor yang kuat. Aktivitas ini menonjol di tengah semakin kuatnya kerja sama dengan China dan negara-negara makmur lainnya di kawasan tersebut.
"Mulai 2009, --saat Lehman Brothers bangkrut-- ekspor Indonesia terus meningkat, bahkan lebih baik dibanding tahun lalu," ujar dia.
Meskipun sebenarnya, Indonesia juga masih terbelit inflasi seperti terjadi beberapa tahun terakhir. Namun, tingkat inflasi bukan merupakan suatu masalah besar bagi negara dengan pertumbuhan ekonomi cukup besar di Asia Tenggara itu.
Penurunan inflasi sebesar satu persen pada Mei 2011 mendorong angka inflasi menjadi enam persen dari sebelumnya sebesar tujuh persen pada Januari. "Inflasi secara keseluruhan diprediksi tidak menjadi masalah berarti," kata Carbon.
Jika mencermati angkanya, kata Carbon, tingkat inflasi yang rendah itu tidak mencerminkan keadaan sebenarnya.
Selain itu, inflasi masih terus meningkat di beberapa negara Asia seperti China, Hong Kong, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Taiwan. "Inflasi ada yang naik, ada yang turun," tutur Carbon.
Sementara itu, tingkat inflasi di negara-negara Asia, seperti Korea tercatat 4,1 persen (Mei 2011) dari sebelumnya 4,7 persen (Maret 2011), Singapura 4,5 persen (April 2011) dari 5,5 persen (Januari 2011), dan Malaysia 6 persen (Mei 2011) dari sebelumnya tujuh persen. Inflasi di China sebesar 5,5 persen (Mei 2011) dari 4,9 persen.
Faktor lain yang membuat situasi sulit adalah tingkat suku bunga deposito berjangka yang sesungguhnya juga buruk atau terlalu rendah.
Namun, secara global, Indonesia bersama dengan negara Asia lainnya akan terus memimpin jauh di depan Amerika Serikat dan Eropa. Hal ini merupakan kabar baik bagi masyarakat di negara-negara Asia seperti Indonesia, karena perbedaan pendapatan antara kaya dan miskin akan terus berkurang. (art)