BPK Temukan Tujuh Permasalahan TKI
VIVAnews - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan hasil pemeriksaan atas kinerja penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Hasilnya, ditemukan tujuh permasalahan pokok terkait salah satu penyumbang terbesar devisa negara ini.
Menurut Anggota III BPK, Hasan Bisri, hasil pemeriksaan menunjukkan ketidakjelasan kebijakan dan lemahnya sistem penempatan dan perlindungan TKI. Kondisi itu memberi peluang terjadinya penyimpangan mulai proses rekrutmen, pelatihan serta pengujian kesehatan, pengurusan dokumen, proses penempatan di negara tujuan hingga pemulangan.
"Persoalan TKI sebetulnya berasal dari dalam negeri. Banyak TKI yang dikirim tidak memenuhi persyaratan standar," ujar Hasan saat ditemui di Auditorium Kantor BPK, Jakarta, Jumat 24 Juni 2011.
Hasil lainnya, tambah Hasan, ialah kinerja penempatan dan perlindungan TKI menunjukkan bahwa penempatan TKI tidak didukung secara penuh dengan kebijakan yang utuh, komprehensif dan transparan dalam melindungi hak-hak dasar para TKI. Serta, tidak adanya kesamaan kesempatan bagi setiap pemilik kepentingan.
"Contoh di sisi perlindungan ialah pada negara tujuan memiliki kelemahan. Tidak semua perwakilan RI mempunyai atase dalam mengurusi permasalahan TKI. Kalaupun ada hanya satu orang," kata Hasan.
Sementara itu, tujuh poin pokok permasalahan yang mendorong tidak efektifnya penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri antara lain:
Pertama, rekrutmen TKI yang belum didukung oleh proses yang valid dan transparan. "Sehingga tidak ada jaminan kepastian, keadilan dan perlindungan TKI," ujarnya.
Kedua, penyiapan tenaga kerja yang sehat, mampu dan teruji kurang didukung kebijakan yang tegas. Juga sistem pelatihan dan pemeriksaan yang terintegrasi, serta pengawasan yang periodik dan konsisten.
Ketiga, penyiapan tenaga kerja yang legal dan prosedural kurang didukung kebijakan yang tegas, sistem yang terintegrasi, serta penegakan aturan yang tegas dan konsisten.
Keempat, penyelenggaraan asuransi untuk para TKI belum memberikan perlindungan secara adil, pasti, dan transparan.
Kelima, data penempatan TKI yang tidak akurat, sehingga tidak membantu upaya perlindungan TKI di luar negeri.
Keenam, penanganan dan penyelesaian TKI bermasalah di luar negeri bersifat parsial.
Ketujuh, evaluasi yang berkelanjutan terhadap data dan informasi masalah TKI tidak ditangani secara tuntas dan komprehensif.
Lebih lanjut, Hasan menuturkan, hasil pemeriksaan tersebut dilakukan BPK di Arab Saudi, Kuwait, Malaysia, Hong Kong, Singapura sebagai negara-negara penerima TKI dan daerah pengirim. (art)