Biaya Logistik, Indonesia Kalah dari Malaysia
VIVAnews - Sistem logistik nasional masih mengecewakan dan kalah dengan negara sekitar seperti Malaysia, Vietnam, serta Thailand. Padahal, Indonesia harus bersiap menghadapi ASEAN Economic Community pada 2015.
Berdasarkan hasil Survei Bank Dunia 2010, Indonesia menduduki peringkat ke-75 dari 150 negara dalam Peringkat Global Indeks Kinerja Logistik. Banyak penelitian menyebutkan biaya logistik Indonesia termasuk mahal dibanding negara lain.
Data Bank Dunia 2008 menyebutkan, biaya transportasi barang dari kawasan industri Cikarang menuju Pelabuhan Tanjung Priok mencapai US$662 per kontainer 4 TEUs. Nilai itu lebih tinggi dibanding negara lain di kawasan ASEAN.
Penelitian The Asia Foundation dan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia 2008 mengungkapkan biaya angkutan barang di Indonesia yang mahal dan menjadi salah satu penghambat daya saing industri dan perdagangan. Biaya operasional kendaraan truk angkutan barang di Indonesia mencapai US$34 sen per kilometer.
Angka ini lebih tinggi dari rata-rata Asia US$22 sen per kilometer dan lebih tinggi dibanding Vietnam, Thailand, Malaysia, dan China.
Hal itu berdampak turunnya daya saing sektor industri. Perbedaan harga antara Jawa dan luar Jawa juga semakin tinggi. Dampak lainnya, barang yang diterima konsumen semakin mahal dan biaya ekspor semakin besar.
"Indonesia membutuhkan sistem logistik terpadu yang multimoda dengan sistem distribusi yang efisien," kata Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri, Kementerian Perindustrian, Dedi Mulyadi di Jakarta, Kamis 30 Juni 2011.
Untuk memecahkan masalah tingginya biaya logistik, Kementerian Perindustrian mengusulkan untuk menerapkan Supply Chain Management (CSM) pada industri nasional. CSM bertujuan mengurangi biaya, waktu, transaksi, dan mendapatkan kualitas yang lebih terjamin bagi barang atau jasa yang mengalir di sepanjang rantai pasokan.
Kedua, pengontrolan terhadap persediaan pasokan harus dilakukan sehingga efisien dalam biaya. Ketiga, dalam penentuan lokasi dan transportasi dalam rantai jaringan dibuat dengan perhitungan dan memperhatikan dampak terhadap biaya persediaan, karena akan berpengaruh pada tingkat kepekaan konsumen.
Keempat, pembentukan sistem informasi antara yang bertugas dalam pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebarluasan informasi kepada setiap stakeholder yang dilandasi dengan kepercayaan. Di antaranya dengan mendukung kinerja dan produktivitas dari masing-masing anggota rantai.
Untuk menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Kadin Indonesia mendorong pemerintah membentuk Komite Logistik Nasional. Komite ini bertugas untuk memantau kebijakan dan pelaksanaan arus barang ekspor dan impor antar pulau, darat, laut, udara, serta melalui jalur kereta api.
"Ini diharapkan dapat menekan biaya logistik dari 15 persen menjadi 10 persen," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan Distribusi dan Logistik, Natsir Mansyur. (art)