Agar Tenaga Kerja Tak Eksodus ke Luar Negeri

VIVAnews — Eksodus warga Indonesia yang mencari pekerjaan ke luar negeri atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) masih sulit di bendung. Namun Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menilai pemerintah bisa mencegah eksodus TKI melalui gerakan kewirausahaan dan peningkatan daya saing industri.
"Kalau dua hal itu digalakkan, saya kira masalah lapangan kerja bisa terselesaikan, dan tak ada eksodus TKI lagi," kata Ketua Umum Hipmi Erwin Aksa dalam keterangan tertulis Rabu malam, 22 Juni 2011
Erwin mengatakan, penciptaan lapangan kerja bersifat massif hanya bisa dilakukan melalui gerakan kewirausahaan dan pembangunan daya saing industri. "Minimal setiap warga negara itu bisa menciptakan lapangan kerja sendiri," ujar dia. Namun Erwin mengakui, pilihan menjadi pengusaha di Indonesia belum semenarik di negara-negara maju, sebab belum ditopang oleh persepsi yang benar mengenai pengusaha. Selain itu, kebijakan publik juga belum berpihak kepada mereka yang ingin menciptakan lapangan kerja.
Itu sebabnya, Hipmi meminta kepada semua pihak agar ada keberpihakan terhadap gerakan penciptaan pengusaha pemula dan usaha kecil menengah. Sektor keuangan kita lihat belum berpihak kepada pelaku usaha pemula. Mereka-mereka yang masih baru memulai bisnis belum dipandang perbankan. "Ini pelan-pelan harus diubah," katanya.
Daya saing
Sementara itu, saat bertemu Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, Rabu 22 Juni, Hipmi meminta agar pemerintah meningkatkan keberpihakan terhadap industri lokal, sehingga bisa menciptakan daya saing nasional. Menurut Erwin, seiring melemahnya daya saing industri nasional sejak krisis, arus TKI ke luar negeri terus melonjak. Sebab tidak tercipta lapangan kerja baru yang signifikan, sementara pertumbuhan penduduk terus melonjak.
"Dulu waktu rezim Orde Baru industrilisasi bisa menyerap banyak tenaga kerja," kata dia. Itu sebabnya, kata Erwin untuk menyerap kembali TKI yang sudah di luar negeri, daya saing industri harus dibangun agar tercipta lapangan kerja baru secara massif.
Namun, dia mengakui, daya siang industri masih lemah karena terganjal masalah pasokan energi, ekuitas, infrastruktur, serta logistik.