Perbanas: Sanksi Bank Mega Kurang Tepat
VIVAnews- Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono, menilai sanksi atas Bank Mega kurang tepat. Alasannya, kasus yang menimpa bank itu terjadi karena ulah oknum pegawai yang bekerjasama dengan sindikat kejahatan dan oknum nasabah.
"Sanksi itu tidak adil karena jika memberikan efek jera, seharusnya diberikan kepada pelaku kejahatan, bukan institusinya," ujar Sigit kepada VIVAnews, Rabu malam.
Sigit menilai sanksi larangan membuka cabang selama satu tahun akan mengganggu rencana bisnis Bank Mega, yang diajukan ke Bank Indonesia. Potensi keuntungan Bank Mega juga diramalkan tersendat. "Ini akan berdampak terhadap keuangan Bank Mega" tambahnya.
Sedangkan terkait fit and proper test yang dilakukan BI terhadap manajemen Bank Mega, Sigit menilai pertanggung jawaban manajemen tidak bisa dipukul rata. Jika penggelapan dilakukan di jajaran manajemen, fit and proper test memang wajib dilakukan.
"Tapi kalau kasus pidana yang dilakukan jajaran di bawah kepala cabang, kemungkinan karena sanksi secara moral manajemen harus bertanggung jawab. Namun kalau urusan pidana, itu bukan tanggung jawab manajemen" ujar Sigit.
Kejahatan perbankan, lanjut dia, selalu menjadi risiko perbankan. Hal itu disebabkan bank sebagai tempat menyimpan uang akan selalu menjadi sasaran penjahat. Sigit setuju sanksi berat yang dijatuhkan Bank Mega dan Citibank akan menjadi pelajaran bagi bank lain untuk melakukan pembenahan. Perbaikan pengawasan internal akan ditingkatkan agar tidak terjadi di bank lain.
Namun secara umum, ia menghormati keputusan BI sebagai otoritas pengawas perbankan yang paling berwenang."Kami menghormati sanksi Bank Mega" ujarnya.
Tak hanya Sigit, pengamat ekonomi Aviliani yang juga Komisaris Independen PT Bank Rakyat Indonesia Tbk menilai sanksi dari BI itu sangat berat. Ia mempertanyakan mengapa sanksi kepada Bank Mega sama dengan Citibank.
Padahal kasus yang menimpa Bank Mega melibatkan kerjasama oknum pegawai bank dan oknum nasabah yang dilakukan Direktur Keuangan Elnusa. "Masalahnya berbeda, kok sanksinya sama-sama tidak boleh membuka cabang?" ujar Aviliani.