Pengamat: Premium Semestinya Naik Rp1.500

Peluang Bisnis Online Tanpa Ribet - Serta Info terbaru seputar dunia bisnis indonesia terupdate dan terpercaya

Kamis, 12 Mei 2011

Pengamat: Premium Semestinya Naik Rp1.500

VIVAnews - Pengamat Ekonomi Faisal Basri menilai rencana penurunan volume produksi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Premium hanya akan memunculkan masalah baru di masyarakat.

Penurunan jumlah produksi maupun distribusi Premium bukan merupakan bagian dari upaya menyelesaikan masalah.

"Kalau menurut saya, pemerintah harus gentle lah. (Masa) mau mengurangi subsidi, tapi tidak mau menaikkan harga," kata Faisal Basri di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis, 12 Mei 2011.

Dengan harga minyak yang meningkat seperti saat ini, pemerintah semestinya secara otomatis menaikan harga Premium. Hitung-hitungan Faisal, pemerintah seharusnya mematok harga Premium lebih tinggi Rp1.000 hingga Rp1.500 per liter.

Kenaikan sebesar Rp500 per liter justru tidak akan terlalu berdampak baik bagi keuangan pemerintah maupun dari berbagai aspek.

Faisal menekankan, tren harga minyak dunia yang kini mulai menunjukkan penurunan seringkali membuat pemerintah kembali bersikap santai. Padahal, pemerintah seharusnya menyiapkan langkah-langkah konkret jangka panjang yang bisa mengatasi masalah subsidi BBM.

Salah satu usulan konkret yang diajukan adalah pemerintah tidak menyerahkan sepenuhnya program subsidi pada mekanisme pasar. Dengan demikian, masalah volatilitas tidak akan terlalu mengganggu pergerakan produk yang diberikan subsidi.

Faisal mengaku tertarik dengan metode pemberian subsidi yang diberikan oleh pemerintah kota Bogota di Kolombia.

Di negara Amerika Selatan itu, pemerintah setempat menerapkan sistem buffer fund untuk program subsidi mereka. Sistem ini berupa tabungan yang akan ditambah ketika kondisi harga sedang dalam kondisi naik.

Namun, ketika harga menunjukkan kenaikan signifikan, maka masyarakat akan menggunakan tabungannya dulu, sehingga harga komoditas yang diberikan subsidi itu tidak langsung naik.

"Intinya yaitu mengurangi votatilitas sampai akhirnya nanti suatu saat kalau sudah lebih makmur, subsidinya dihapus. Subsidinya nggak boleh dihapus secara radikal, nggak kuat rakyat," kata Faisal. (art)

Related Posts:

Kerja di rumah

Popular Posts