BI Godok Aturan Anti Kejahatan Perbankan
VIVAnews - Bank Indonesia sedang menggodok peraturan tentang pedoman penyusunan strategi anti fraud. Pedoman ini nantinya akan diterapkan dalam sistem pengendalian internal perbankan.
Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Muliaman D Hadad, upaya BI itu juga dimaksudkan sebagai langkah pencegahan kasus-kasus penyimpangan operasional di perbankan.
"Pedoman anti fraud tersebut harus mencakup empat tahapan," kata Muliaman dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Gedung MPR-DPR, Jakarta, Rabu, 25 Mei 2011.
Muliaman memaparkan, keempat tahap tersebut adalah pertama, aspek preventif. Aspek tersebut mencakup penguatan tata kelola, pengawasan aktif dari manajemen, dan penerapan prinsip kenal karyawan (know your employee). Kedua, tahap deteksi termasuk whistleblowing system, fraud data, dan pelaporannya.
Ketiga, tahap investigasi yang meliputi standar investigasi, evaluasi kelemahan sistem, dan pengenaan sanksi. Keempat, tahap monitoring yang meliputi evaluasi mengenai assessment dan fraud risk appetite yang terjadi di bank.
Dia menjelaskan, dengan semakin terintegrasinya sistem keuangan yang membuat potensi terjadinya penyimpangan yang melibatkan bank dan lembaga keuangan nonbank, Bank Indonesia akan meningkatkan koordinasi. Selain itu, BI akan menyelenggarakan pemeriksaan bersama dengan otoritas pengawas lembaga keuangan nonbank dan Lembaga Penjamin Simpanan.
Sementara itu, pengamat ekonomi dan perbankan, Avialiani, mengatakan, kejahatan dalam sistem perbankan sangat berbahaya. Sebab, hal itu dapat menggoyahkan keamanan sistem keuangan dan kepercayaan publik terhadap perbankan nasional.
Menurut dia, kejahatan dalam sistem perbankan atau fraud dipengaruhi oleh adanya fraud triangle.
"Fraud Triangle itu adalah pressure (tekanan), perceived opportunity (kesempatan), dan rationalization (rasionalisasi)," ujar dia.
Fraud, dia menjelaskan, dapat dilakukan oleh oknum internal maupun eksternal bank. Namun, pembobolan bank, menurut Aviliani, lebih banyak dilakukan oleh oknum internal dan bekerja sama dengan oknum eksternal.
Untuk modus operandinya, kejahatan perbankan dapat dilakukan dengan beberapa modus. Misalnya, pembobolan terhadap dana simpanan. Dana nasabah digerogoti oleh oknum bankir tanpa sepengetahuan nasabah.
Kedua, pembobolan kredit. Oknum bankir secara sengaja merekayasa kerugian bank melalui transaksi kredit fiktif atau kualitas kreditnya rendah. Ketiga, pembobolan atas transaksi keuangan yang difasilitasi bank seperti kartu kredit, transfer fiktif, transaksi valas yang merugikan, dan lain-lain.
"Untuk mengatasinya, yang lebih efektif dengan adanya whistleblowing system," kata Aviliani.
Dalam sistem whistleblowing, menurut dia, reward dan punishment merupakan hal yang penting, termasuk perlindungan hukum bagi whistleblower. Untuk itu, menurut Aviliani, bank perlu membuka hotline untuk siapa saja agar dapat melaporkan tindak kejahatan perbankan.