2011, Pemerintah Tidak Terbitkan Samurai Bond
VIVAnews - Pemerintah memutuskan penerbitan obligasi global berdenominasi yen atau dikenal Samurai Bond tidak akan dilakukan pada tahun ini. Alasannya, perekonomian Jepang masih lemah ditambah penurunan peringkat surat utang. Negara yang baru dihantam tsunami itu kini fokus pada upaya rekonstruksi dalam negeri.
"Untuk kita (Indonesia) dengan mempertimbangkan situasi di Jepang yang harus fokus kedalam negerinya. Kita mungkin tidak menerbitkan samurai bond dulu," kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo di kantornya, Jalan Wahidin, Jakarta, Selasa, 27 April 2011.
Untuk diketahui, lembaga pemerintah internasional, Standard and Poor's (S&P) menurunkan peringkat utang Jepang dari sebelumnya AA menjadi AA minus. Langkah itu ditempuh karena Jepang terancam tingginya utang yang diprediksi berlangsung hingga beberapa tahun ke depan.
Menurut Agus, pemerintah memahami penurunan peringkat surat utang Jepang yang dikeluarkan oleh S&P. Namun penurunan itu sebetulnya tidak hanya dialami oleh Jepang, karena negara-negara Eropa juga mengalami hal sama sebelumnya.
Jepang, ujar Agus, saat ini memang akan memfokuskan perhatiannya pada pemulihan kembali negaranya yang luluh lantak akibat gempa bumi dan tsunami.
Sebagai informasi, pemerintah Indonesia terakhir menerbitkan Samurai Bond pada tahun 2010 senilai 60 miliar yen setara Rp6,4 triliun. Penerbitan surat utang khusus itu merupakan kedua kalinya dengan menggunakan fasilitas garansi dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Penerbitan perdana Samurai Bond dilakukan pada Juli 2009 sebesar 35 miliar yen.
Indonesia hingga November 2010 tercatat paling banyak meminta pinjaman ke Jepang. Utang Indonesia ke Jepang sebesar US$31,08 miliar.
Berdasarkan data Direktorat Jendral Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan pada 20 November 2010, angka pinjaman itu mencapai 45,9 persen dari total nominal utang asing Indonesia yang mencapai US$67,78 miliar. Sementara itu urutan kedua ditempati oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) dengan porsi 16,3 persen atau sebesar US$11,08 miliar.
Urutan ketiga ditempati oleh Bank Dunia dengan porsi 14,6 persen atau besar nominal mencapai US$9,88 miliar. Negara lain dan juga lembaga kreditor sisanya memberikan sumbangan kecil yang semuanya terakumulasi dengan porsi 23,2 persen atau sebesar US$15,74 miliar. (umi)