Jepang Terus Menjaga Mata Uang Yen
VIVAnews - Pemerintah Jepang akan tetap menjaga mata uang yen setelah bencana gempa dan tsunami beberapa waktu lalu. Langkah itu memberi peringatan ke pasar bahwa Jepang terus mencermati perkembangan mata uangnya dan akan bertindak bersama sama dengan mitra G-7 jika diperlukan.
Dalam intervensi bersama pertama kali sejak 2000, kelompok tujuh negara itu menjual yen pada Jumat 18 Maret 2011, setelah mata uang itu menguat ke rekor tertinggi. Kondisi itu sempat mengancam ekspor Jepang dan kontrak bisnis lain yang memukul ekonomi Jepang setelah bencana.
"Kami akan bekerja sama erat sambil mencermati pergerakan pasar," kata Menteri Keuangan Jepang, Yoshihiko Noda, dalam konferensi pers seperti dikutip Reuters, Selasa 22 Maret 2011.
Ketika ditanya reaksi pasar terhadap intervensi, Noda mengatakan, ia tidak akan mengomentari pada level tertentu. Yen diperdagangkan sekitar 80,96 per dolar AS, atau menguat tipis dibanding sehari sebelumnya 81,03 per dolar AS ketika pasar Jepang kembali dibuka setelah libur panjang akhir pekan.
Yen sempat mencapai rekor penguatan ke level 76,25 per dolar AS saat bencana gempa dan tsunami beberapa waktu lalu.
Menguatnya yen tersebut didorong oleh spekulasi bahwa perusahaan Jepang dan lembaga keuangan akan membawa kembali sebagian besar investasinya untuk mendanai rekonstruksi terbesar di Jepang paska Perang Dunia II.
Otoritas berwenang juga berjuang untuk menjaga krisis bencana di pabrik nuklir yang lumpuh dan mengirimkan bantuan kemanusiaan ke timur laut Jepang. Gempa dan tsunami pada 11 Maret lalu menyebabkan sedikitnya 21.000 orang tewas atau hilang dan lebih 350.000 orang kehilangan tempat tinggal.
Meski pemerintah belum memberikan estimasi kerusakan, Menteri Ekonomi Jepang, Kaoru Yosano, mengatakan dampak total bisa mencapai 20 triliun yen atau US$247 miliar, dan menjadi bencana alam termahal di dunia.
Pemerintah sepertinya harus menghabiskan lebih dari 3 triliun yen anggaran ekstra setelah gempa 1995 di Kobe. Bahkan, beberapa kalangan mengestimasi angka di atas 10 triliun yen atau hampir tiga persen dari produk domestik bruto (PDB) negara itu.
Namun, Perdana Menteri Jepang, Nauto Kan, mengatakan terlalu dini untuk menghitung besarnya anggaran tersebut dan pemerintah belum pada tahap membahas pendanaan itu.
Sementara itu, terkait dengan indikasi menguatnya yen, kondisi itu akan berpengaruh terhadap pembayaran utang Indonesia. Menurut data Direktorat Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, posisi utang pemerintah terhadap Jepang sebesar 44,4 persen pada 2011 atau mencapai US$30,46 miliar.
Posisi utang pemerintah berdasarkan mata uang yen sebesar 2.703,6 miliar yen atau US$32,9 miliar. Utang pemerintah dalam mata uang yen tersebut sekitar 22 persen dari total utang. (art)