Gempa Jepang, Untung Rugi Industri Otomotif
VIVAnews - Bencana tsunami Jepang menjadi peluang sekaligus petaka bagi industri otomotif nasional. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) melihat dampak bencana ini dari dua sisi.
Dari sisi peluang, kemungkinan Jepang akan merelokasi pabrik industri komponennya karena mengalami kerusakan akibat bencana. Pemerintah, seperti dikatakan Menteri Perindustrian, MS Hidayat, berencana menawarkan relokasi pabrik ini kepada pihak Jepang.
Ketua Umum Gaikindo, Sudirman M Rusdi, menyatakan, sebelum terjadi bencana, sebetulnya Gaikindo telah mengajak perusahaan Jepang merelokasi pabriknya. Tapi terkait dengan gempa, tentu akan dilihat seberapa besar kerusakan pabrik bersangkutan.
"Relokasilah ke sini (Indonesia), agar value added-nya ada di negara kita," kata Sudirman di Hotel Nikko, Jakarta, Kamis, 24 Maret 2011.
Anggota Gaikindo yang juga Presiden Direktur PT Hyundai Indonesia Motor, Jongkie D Sugiarto, mengungkapkan hal yang sama. Suatu peluang besar jika Jepang ingin merelokasi pabriknya ke Indonesia.
Namun ia menduga, relokasi tidak akan dilakukan Jepang dalam waktu singkat karena diperlukan partner, mempersiapkan lokasi lahan, dan lain sebagainya.
Sementara dampak negatifnya (petaka) yaitu industri komponen di Jepang terganggu, karena beberapa pabrik kondisinya masih belum diketahui dan bahkan ada yang hancur.
Rusaknya pabrik komponen ini tentu akan berimbas kepada suplai komponen dan bahan baku (besi baja, kimia, dan lainnya) asal Jepang yang produksinya belum jelas hingga kini.
Seluruh produsen otomotif dalam negeri yang berasal dari Jepang telah menyatakan produksi tidak akan terganggu hingga April, namun untuk Mei belum dapat dipastikan aman atau tidaknya.
Saat ini ekonomi Indonesia sedang berkembang, sehingga permintaan kendaraan pun besar. Namun permasalahannya jika suplai komponen dan bahan baku dari Jepang terganggu, maka akan berdampak pada produksi otomotif nasional.
"Itu yang membuat kami repot. Jika sampai Indonesia kekurangan pasokan untuk kendaraan bermotor," kata Jongkie.
Lebih jauh lagi, yang lebih mengkhawatirkan bila suplai komponen ke Indonesia tidak terpenuhi, maka mengancam produsen otomotif nasional. Pasalnya, produksi dapat terhenti dan berimbas pada nasib karyawan.
"Saya terutama khawatir dengan masalah karyawan kita yang ada di bagian produksi Daihatsu, Toyota, Honda, Isuzu, Suzuki. Kalau tidak ada komponennya, mereka bisa apa. Bisa terjadi PHK, meski hal tersebut tidak saya harapkan," kata Jongkie.
Dampak dari bencana Jepang bukan hanya terhadap industri otomotif di Indonesia saja, tapi berimbas juga pada seluruh dunia. Saat ini seluruh merek industri otomotif asal Jepang sangat bergantung pada supplier di sana, perusahaan otomotif dalam negeri sejauh ini hanya dapat memantau perkembangannya seperti apa. (umi)