DPR: BI Rate 6,75%, Kebijakan Tepat

Peluang Bisnis Online Tanpa Ribet - Serta Info terbaru seputar dunia bisnis indonesia terupdate dan terpercaya

Sabtu, 05 Maret 2011

DPR: BI Rate 6,75%, Kebijakan Tepat

VIVAnews - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kemal Azis Stamboel, menyambut baik kebijakan yang diambil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada Jumat, 4 Maret 2011 terkait penetapan suku bunga acuan atau BI Rate yang masih dipertahankan pada level 6,75 persen.

"Itu pilihan kebijakan yang tepat. Memang kalau kami perhatikan secara objektif, tidak ada alasan kuat untuk menaikkan BI Rate karena inflasi sudah turun. Februari saja 0,13 persen, Maret ini mungkin bisa lebih rendah lagi," kata Kemal dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews.com di Jakarta, Sabtu, 5 Maret 2011. 

Pada bulan sebelumnya, BI telah menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) dari 6,5 persen menjadi 6,75 persen. Kenaikan tersebut, menurut BI dilakukan sebagai langkah antisipasi tingginya angka inflasi akibat dorongan harga-harga bahan pokok (volatile food). Pada saat kebijakan tersebut diambil, Kemal termasuk yang tidak setuju dengan kenaikan BI Rate yang dianggapnya kurang tepat.

"Selain inflasi sudah turun, alasan kenapa BI Rate tidak perlu naik adalah rupiah terus menguat paska kenaikan BI Rate bulan lalu," ujarnya.

Dia menjelaskan, karena kebijakan kenaikan BI Rate tersebut, aliran modal asing yang masuk semakin besar dan rupiah semakin terapresiasi. Akhir Februari, nilai tukar rupiah menguat sebesar 2,5 persen menjadi Rp8.818 per dolar AS, dan kemarin sudah mencapai Rp8.793 per dolar AS.

"Jika penguatan ini terus terjadi, tentunya kondisi ini akan merugikan para eksportir," ujarrnya.

Mengenai inflasi kelompok inti yang mulai meningkat 0,31 persen (month on month) atau 4,36 persen (year on year), Kemal berpendapat itu masih wajar dan tidak perlu terlalu dikhawatirkan. "Angka 0,31 persen itu masih wajar. Kenaikan BI Rate hanya bisa dilakukan jika memang inflasi inti meningkat cukup signifikan," ujar anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

"Justru yang perlu dikhawatirkan adalah tekanan dari imported inflation. Melonjaknya harga minyak internasional akibat krisis Timur Tengah dan tingginya harga komoditas pangan dunia," kata dia.

Belum lagi dengan adanya rencana penerapan kebijakan pembatasan atau kenaikan bahan bakar minyak (BBM). "Untuk itu, tahan dulu, jangan buru-buru menaikkan BI Rate. Menaikkan BI Rate harus menjadi opsi paling akhir untuk meredam inflasi," ujarnya. 

Seperti diketahui, RDG BI memutuskan mempertahankan BI Rate sebesar 6,75 persen. Menteri Keuangan Agus Martowardojo juga memahami BI Rate tetap di level 6,75 persen.

Menurut Menkeu, kebijakan itu sejalan dengan inflasi Februari sebesar 0,13 persen. "Tetapi saya yakin BI tetap waspada," kata Menkeu di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat.

Keputusan BI tersebut, menurut Agus, tidak mengubah arah kebijakan moneter BI yang cenderung ketat sebagai upaya untuk pengendalian tekanan inflasi yang masih tinggi.

Namun ke depan, cuaca ekstrim dan meningkatnya harga pangan dan minyak di luar negeri tetap harus diwaspadai.

Mengenai besaran inflasi inti, Agus menuturkan, Kementerian Keuangan tidak mengomentari kebijakan Bank Indonesia.

Menkeu menuturkan, memang inflasi terdiri atas inflasi inti, volatile food, dan administered price. Secara umum, untuk mengendalikan inflasi ada yang di bawah supervisi otoritas moneter dan ada yang di bawah supervisi otoritas pemerintah fiskal. (art)

 

Related Posts:

Kerja di rumah

Popular Posts