BI: Penagih Bank Harus Gunakan Etika
VIVAnews - Bank Indonesia (BI) mengimbau agar perbankan nasional menggunakan etika dalam melakukan penagihan ke nasabah. Sebab, perlakuan penagih (debt collector) banyak dikeluhkan nasabah, apalagi sudah terjadi korban meninggal dalam kasus ini.
Menurut Kepala Biro Humas BI, Difi A Johansyah, fenomena penggunaan debt collector muncul setelah adanya layanan Kredit Tanpa Agunan (KTA). Penggunaan debt collector dalam penagihan merupakah hal yang normal dalam praktik perbankan.
"Dari dulu sudah diimbau agar perbankan menggunakan etika ketika menagih nasabah" ujar dia di Jakarta, Kamis, 31 Maret 2011.
Sayangnya, Difi melanjutkan, penggunaan jasa debt collector ini tidak diatur oleh regulator perbankan. Namun, nasabah sebaiknya juga berhati-hati agar disiplin membayar tagihan, karena nasabah seperti itu akan masuk dalam daftar Sistem Informasi Debitor (SID).
"Kalau dia (nasabah) sudah masuk ke sistem informasi debitor, akan menyulitkan dirinya sendiri. Itu sama juga mereka masuk daftar hitam," jelas Difi.
Ia menegaskan, nasabah juga harus memahami bahwa pinjaman merupakan kontrak dan secara hukum harus dibayar. Di lain pihak, bank penagih harus memberitahukan kepada nasabah mengenai tagihan mereka. Setiap bulan mereka harus memberitahukan kepada nasabah, bisa melalui surat, email atau telepon. "Kalau bank rewel laporkan ke BI," kata dia.
Saat ini, Bank Indonesia sedang mengawasi bank yang menunda pemberitahuan tagihan kepada nasabah, sehingga nasabah merasa dirugikan. Difi mengatakan bank tersebut menunda tagihan hingga jumlah utang nasabah itu melambung. "Alasan bank itu karena nasabah sulit dihubungi," kata dia.
Seperti diberitakan, Polres Jakarta Selatan terus mengembangkan kasus dugaan penganiayaan penagih (debt collector) kartu kredit Citibank yang berujung tewasnya nasabah Irzen Octa (50), yang juga Sekretaris Jenderal Partai Pemersatu Bangsa (PPB).
Korban tewas setelah menanyakan jumlah tagihan kartu kredit yang membengkak hingga Rp100 juta. Menurut korban, tagihan kartu kreditnya semula hanya Rp48 juta. Tidak mendapat penjelasan mengenai hal itu, korban justru dibawa ke ruang bagian penagihan dan dipaksa pelaku untuk membayar.
Namun, korban dibawa ke ruang penagihan dan setelah itu tewas. Menurut keterangan polisi, dari hasil visum terdapat tindak kekerasan, karena pembuluh darah bagian belakang kepala korban pecah.
Tiga orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Tiga tersangka adalah H dan D, petugas bagian penagihan, dan B karyawan bagian penagihan. Mereka dikenakan pasal penganiayaan. (art)