Rumah Seharga Rp70 Juta Bebas PPN
VIVAnews- Pemerintah membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi rumah seharga Rp70 juta. Jumlah itu mengalami peningkatan karena sebelumnya yang dibebaskan PPN rumah seharga Rp50 juta.
Aturan itu merupakan paket kebijakan Kementerian Keuangan dimana salah satunya adalah peningkatan batasan nilai rumah sederhana yang dibebaskan dari pajak pertambahan nilai (PPN).
Staf Ahli Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan menjelaskan, dengan meningkatnya harga tanah dan bangunan saat ini, batasan nilai penyerahan rumah sederhana bebas PPN menjadi tidak memadai lagi.
"Batasan nilai penyerahan rumah sederhana yang mendapatkan fasilitas
pembebasan PPN disesuaikan yang semula Rp55 juta menjadi Rp70 juta,"kata Robert dalam konferensi pers di Kementrian Keuangan di Jakarta Senin 28 Februari 2011.
Menurut Robert aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2011. Dengan adanya PMK, maka diharapkan akan membantu pembangunan rumah sederhana.
Wakil Menteri Keuangan, Ani Ratnawati yakin dengan menaikkan batasan nilai PPN rumah sederhana menjadi Rp70 juta, belum tentu mengurangi penerimaan pajak negara. Kalau permintaan rumah sederhana tinggi, maka penurunan penerimaan pajak bisa diimbangi dengan jumlah rumah yang dijual.
"Ini merupakan insentif maka kita harapkan proses investasi di perumahan dapat terus berlanjut," katanya.
Lima Aturan Menkeu Lainnya
Peraturan kedua, PMK nomor 125/PMK.02/2010 tentang subsidi beras bagi masyarakat berpendapatan rendah. Kementrian Keuangan akan memberikan pagu raskin sebesar 50 persen dibayarkan lebih awal untuk membantu Bulog melakukan pembelian terlebih dahulu tanpa harus meminjam dana dari Bank.
"Pagu raskin Bulog tahun ini Rp15 Triliun, 50 persen dari pagu beras miskin yaitu Rp7,5 triliun. Biasa meminjam uang ke bank kali ini tidak perlu jadi penghematan bunga," kata staf Ahli Bidang Pengeluaran Kemenetrian Keuangan Badarwin.
Ketiga, PMK proses pembebasan Bea Masuk dan Cukai atas impor barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial dan kebudayaan, yang diatur dalam PMK Nomor 27/PMK.011/2011.
PMK Nomor 28/PMK.011/2011 tentang penyederhanaan impor barang oleh pemerintah untuk kepentingan umum. Aturan ini dikeluarkan untuk mengatasi keluhan bantuan dari lembaga-lembaga asing. Jika dulu memakan waktu dua bulan bantuan bisa masuk ke Indonesia, maka dengan aturan ini hanya akan 10 hari.
Keempat, PMK nomor 70/PMK.03/201 tentang perlakukan PPN atas Jasa Maklon yang agar mendapatkan perlakuan setara antara usaha jasa maklon (contract manufacturing) dan kegiatan usaha manufaktur umum (full manufacturing). Jasa Maklon adalah jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pemberi jasa (sub kontrak) dan pengguna jasa, menetapkan spesifikasi, menyediakan bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang penolong dengan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa.
Kelima, PMK Nomor 26/PMK.011/2011 dan PMK nomor 29/PMK.011/2011 tentang pajak pertambahan nilai minyak goreng "Minyakita" dan minyak goreng sawit curah dalam negeri yang ditanggung pemerintah.
Keenam, PMK nomor 15/PMK.011/2011 tentang tata laksana kemudahan impor tujuan ekspor dan pengawasannya. Tujuannya, mengubah dasar penghitungan PPN dan PPn BM atas penjualan ke daerah pabean Indonesia lainnya (DPIL) atas hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku yang rusak yang semula pemungutannya didasarkan harga impor sekarang didasarkan harga jual. (umi)