Apindo: Pembatasan BBM Hanya Cari Penyakit
VIVAnews - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) turut mendukung rencana pemerintah menunda pelaksanaan kebijakan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Pemerintah hendaknya mencari alternatif solusi lain yang lebih efektif.
"Jadi lebih baik ditunda daripada cari penyakit yang akibatnya lebih jelek lagi," kata Ketua Apindo Sofyan Wanandi usai menghadiri Sosialisasi Transparansi Suku Bunga Dasar Kredit di Gedung Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Senin, 28 Februari 2011.
Sofyan mengaku penundaan pembatasan BBM yang semestinya dilakukan per 1 April 2011 merupakan suatu keputusan yang baik. Pasalnya, pemerintah tidak mudah untuk membagi-bagi dan mendiskriminasi perbedaan harga yang begitu tinggi.
Apalagi dikhawatirkan perbedaan harga premium dan pertamax yang hampir 2 kali lipat akan menimbulkan ekses yang terlalu besar. "Jadi saya pikir pemerintah harus hati-hati," kata
Sofyan seraya menambahkan kebijakan pembatasan juga tidak efektif dilihat dari segi keamanan. Lebih jauh lagi, Apindo malah mengusulkan pemerintah sama sekali tidak memberlakukan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi.
Pemerintah sebaiknya menaikkan harga premium secara perlahan-lahan misalnya dengan kenaikan Rp 50 per bulan hingga tercapai target penghematan anggaran pemerintah sebesar Rp 3 triliun. "Jika kebijakan pembatasan BBM ini diberlakukan mungkin ongkosnya lebih dari Rp 3 triliun," kata Sofyan.
Diskon Listrik
Pada bagian lain, Ketua Apindo ini juga menyoroti rencana PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang akan menurunkan tarif listrik untuk kalangan industri pada jam 23.00 - 07.00 WIB.
Menurut dia, diskon tarif listrik tidak akan efektif karena hanya 10 persen dari 20 persen industri nasional yang menjalankan penggiliran kerja sebanyak 3 kali per hari.
Ketidakefektifan juga muncul karena kalangan industri, khususnya industri manufaktur, harus mengeluarkan biaya lebih besar karena harus membayar gaji pegawai lebih tinggi. Belum lagi, kualitas pekerjaan yang dilakukan pada jam 23.00-07.00 WIB dikhawatirkan tidak terlalu baik. "Jadi sangat susah sekali melaksanakan itu, mungkin ada satu dua perusahaan seperti itu," kata Sofyan.