PLN Pangkas Tarif Industri di Luar Jam Sibuk
VIVAnews- PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mengkaji penurunan tarif listrik untuk kalangan industri dalam waktu dekat. Penurunan diutamakan untuk tarif listrik untuk pemakaian diatas jam sibuk, atau pukul 23.00 sampai pukul 07.00 pagi.
Direktur Utama PLN, Dahlan Iskan menjelaskan penurunan ini tengah digodok. Saat ini industri membayar listrik rata-rata sebesar Rp730/kWh selama 24 jam. Namun untuk di luar jam sibuk tersebut, tarif akan turun menjadi Rp550/kWh.
"Dengan aturan baru itu nanti tarif pada kurun waktu delapan jam itu bisa jadi hanya sekitar Rp 550/kWh," kata Dahlan Iskan dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews.com, Minggu 27 Februari 2011.
Menurut Dahlan, penurunan tarif tersebut dilakukan untuk mendorong industri agar mampu melakukan efisiensi dengan cara menggeser jam kerja mereka. Hal ini juga sekaligus memberikan kesempatan kepada tenaga kerja untuk memperoleh penghasilan lebih baik karena bekerja di malam hari seharusnya mendapat upah tambahan.
PLN, lanjut Dahlan, prihatin melihat kenaikan harga minyak dunia saat ini. Penurunan tarif ini antara lain juga sebagai bentuk antisipasi PLN untuk menekan biaya produksi listrik yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM).
Dahlan menjelaskan dengan penurunan tarif tengah malam itu diharapkan industri mengurangi pemakaian listrik di waktu senja hari, kalau perlu menghentikan sama sekali aktifitas mereka, diganti dengan berproduksi malam hari.
"Bagi industri lebih senang menaikkan upah buruh di malam hari asal tarif listriknya murah daripada menghemat ongkos buruh tapi tarif listriknya mahal," kata Dahlan.
Seperti diketahui, PLN harus memproduksi listrik 5.000 MW lebih banyak pada jam 17.00 sampai jam 22.00 untuk memenuhi beban puncak. PLN menanggung beban yang sangat berat karena untuk beban puncak itu harus menggunakan bahan bakar minyak.
“Apalagi jatah gas untuk PLN dikurangi terus,” ujar Dahlan Iskan.
Sedangkan setiap kehilangan gas sebanyak 100 mmbtud, PLN
harus mengeluarkan biaya tambahan sekitar Rp6 triliun setahun. Beban
puncak Jawa Bali sekarang ini mencapai 18.365 MW, naik 1.000 MW
dibanding tahun lalu.
“Pemakaian listrik oleh masyarakat belakangan ini naik secara drastis
seiring dengan membaiknya keadaan ekonomi. Tapi jatah gas untuk PLN malahan terus menurun,” katanya.