Ongkos Menunda Kenaikan Harga BBM Mahal
VIVAnews - Pengamat ekonomi Faisal Basri menilai pemerintah hingga saat ini belum menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di tengah harga minyak dunia yang terus meningkat. Padahal, ongkos menunda kenaikan BBM lebih mahal dibandingkan menaikkan sedikit demi sedikit.
Menurut Faisal, sebenarnya tugas pemerintah membuat harga BBM menjadi fluktuatif mengikuti harga pasar dunia, sehingga rakyat terbiasa atas naik turunnya harga minyak. Selama ini, pemerintah lebih suka menahan kenaikan harga minyak.
"Lebih baik pemerintah sudah mulai menyicil menaikan harga BBM sedikit-sedikit untuk membiasakan masyarakat akan fluktuasi harga minyak," kata dia di Jakarta, Kamis, 24 Februari 2011.
Dengan menaikkan harga BBM bersubsidi Rp1.000 per liter, pemerintah akan melakukan penghematan sekitar Rp20 triliun. Namun, ongkos penundaan akan memakan biaya lebih mahal. Pemerintah sebaiknya menyicil penyesuaian harga minyak sedikit demi sedikit, daripada langsung menaikkan harga terlalu tinggi misalnya Rp3.000 per liter.
"Jangan seperti kejadian di Iran, subsidi BBM mencapai US$450 miliar, akhirnya harga BBM naik empat kali lipat, itu ongkos penundaannya," tuturnya. "Kalau nanti harga minyak hingga US$120 per barel, ujung-ujungnya nanti pasti pemerintah mengatakan menyerah, tidak elok APBN ini habis Rp250 triliun untuk BBM, sehingga dengan berat hati pemerintah menaikkan," jelas Faisal.
Pemerintah, Faisal melanjutkan, lebih baik menciptakan mekanisme fluktuatif untuk harga BBM. Jika harga minyak dunia naik, harga BBM juga ikut naik. Kalau harga sedang turun, harga BBM tidak perlu diturunkan agar selisihnya ditabung jika ada kenaikan kembali, sehingga harga BBM tidak naik saat harga minyak sedang naik. (art)