Kenapa Larangan Premium Mulai di Jabodetabek

Peluang Bisnis Online Tanpa Ribet - Serta Info terbaru seputar dunia bisnis indonesia terupdate dan terpercaya

Senin, 13 Desember 2010

Kenapa Larangan Premium Mulai di Jabodetabek

VIVAnews - Pemerintah dan Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat RI sepakat memberlakukan pembatasan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium dan solar, mulai Maret 2011. Pemerintah memilih menerapkan kebijakan ini secara bertahap, dimulai dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), lalu ke daerah lain di Pulau Jawa dan Bali. Selanjutnya, merambah ke Sumatera pada tahap kedua, kemudian Kalimantan di tahap ketiga, dan ke wilayah timur Indonesia.
 
Pelaksanaan pembatasan konsumsi BBM secara nasional diharapkan selesai pada akhir 2013. Melalui larangan premium dan solar bagi kendaraan pelat hitam, pelat merah, dan kendaraan TNI/Polri ini pemerintah memperkirakan bisa menghemat subsidi pada 2013 sebesar Rp20,7 triliun.
 
Kenapa pemerintah memilih mengawalinya dari Jabodetabek?

Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan bahwa sebagian besar konsumsi BBM bersubsidi terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali, khususnya Jabodetabek.
 
Pada 2010 ini, 59 persen kuota BBM bersubsidi sebanyak 38,38 juta kiloliter dikonsumsi penduduk Jawa dan Bali. Di wilayah inilah, menurut Hatta, subsidi yang dikeluarkan negara tidak mencerminkan keadilan, karena sebagian besar subsidi tidak tepat sasaran.

Hitung-hitungan pemerintah, konsumsi wilayah Jawa dan Bali di luar Jabodetabek prosentasenya mencapai 41 persen.
 
Menteri Energi Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh juga mengatakan hal yang sama, wilayah Jabodetabek adalah pengkonsumsi terbesar dari total konsumsi Jawa dan Bali, nilainya sekitar 30 persen.
 
"Bila dihitung atas jumlah kuota subsidi nasional, Jabodetabek mencapai 18 persen dari total kuota BBM bersubsidi," kata Darwin, semalam.

Wilayah lain untuk konsumsi BBM bersubsidi terbesar adalah Sumatera di luar kota besar, yakni mencapai 18 persen. Sedangkan kota-kota besar di Sumatera mencapai 4 persen. Konsumsi BBM bersubsidi di Kalimantan di luar wilayah kota 5 persen dan di kota-kota besar Kalimantan 2 persen.

Wilayah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur mengkonsumsi sebesar 2 persen. Sisanya, konsumsi BBM bersubsidi terserap di sebagian wilayah Indonesia Timur dengan besar konsumsi 10 persen.

Pertamina mencatat, di seluruh Indonesia terdapat 4.667 stasiun pengisian bahan bakar umum dengan pembagian 1.686 SPBU menjual bahan bakar nonsubsidi jenis Pertamax. Dari total seluruh SPBU itu, setidaknya 2.461 SPBU perlu dimodifikasi agar bisa menjual Pertamax, dan 520 SPBU perlu investasi penambahan tangki pendam untuk dapat menjual Pertamax.
 
Menyangkut penyebaran SPBU, sebagian besar atau sekitar 1.336 SPBU, terdapat di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Sebanyak 6.76 SPBU di  Yogyakarta dan Jawa Tengah, serta 1.065 SPBU di Jawa Timur, Bali, NTT, dan NTB. Sisanya di wilayah lain.
 
Dalam rangka mendukung kebijakan pembatasan BBM bersubsidi ini, pemerintah memperkirakan paling tidak Pertamina membutuhkan investasi Rp84,5 miliar. Investasi ini untuk memperbaiki sarana dan fasilitas depo BBM, termasuk menambah 10 depo.
 
Setelah dua kali tertunda, apakah pemerintah dan Pertamina akan benar-benar siap melakukannya pada Maret 2011?

Hatta menjawab "siap." Demikian pula Pertamina. Meski tidak turut angkat bicara dalam rapat semalam, Hatta meyakinkan bahwa Pertamina juga siap mendukung program pembatasan BBM ini. (kd)

Related Posts:

Kerja di rumah

Popular Posts