Uni Eropa Hadapi Dilema Atasi Krisis Ekonomi
VIVAnews - Para pemimpin Uni Eropa tengah bergumul mengenai keputusan yang akan diambil, apakah mengetatkan anggaran atau membangkitkan pertumbuhan ekonomi yang tengah lesu.
Hal itu muncul setelah para menteri keuangan masing-masing negara memberikan persetujuan sementara untuk bailout kedua untuk Yunani, dan penyediaan dana murah Bank Sentral Eropa dalam menenangkan pasar obligasi.
Sebanyak 27 pemimpin Uni Eropa menyatakan pendapatnya, apakah akan fokus pada struktur reformasi ekonomi atau memilih cara lain dalam memberantas jejak rekam pengangguran.
Namun, mereka sepakat memberi status kandidat keanggotaan Uni Eropa kepada Serbia dan mengangkat kembali mantan Perdana Menteri Belgia Herman Van Rompuy untuk masa jabatan kedua sebagai Presiden Dewan Eropa, termasuk akan memilih pemimpin baru dua kali setahun pada puncak pertemuan anggota zona euro.
Para pemimpin 25 dari 27 negara akan menandatangani perjanjian fiskal yang diusulkan Jerman pada hari Jumat ini, untuk pengetatan pemotongan defisit Uni Eropa dan aturan pengurangan utang lebih ketat.
Namun, tanpa berlangsungnya pertumbuhan ekonomi pada beberapa negara Eropa tersebut akan berisko memasuki tahap yang sama, yakni ke zona depresi seperti Yunani.
"Untuk jangka panjang, manajemen krisis kami telah keliru terlalu jauh ke arah penghematan," kata Presiden Parlemen Eropa dari Partai Sosial Demokrat Jerman, Martin Schulz, seperti dikutip laman Reuters.
Sementara itu, Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan bahwa Eropa menghadapi krisis pertumbuhan serta krisis utang.
Para diplomat menilai, Cameron berhasil mendapat dukungan dari Perdana Menteri Italia Mario Monti dan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, saat ia mengeluhkan rancangan dari pertemuan puncak yang menjadi perhatian dari 12 pemimpin Uni Eropa untuk deregulasi pasar yang lebih dalam melepaskan dinamisme ekonomi.
Sedangkan Komisi Eropa Jose Manuel Barroso mengatakan bahwa masalah sebenarnya yaitu adanya kegagalan negara-negara zona eurp dalam melaksanakan reformasi yang sudah disepakati.
Tapi para diplomat membantah adanya perselisihan antara Inggris, Perancis, dan Jerman dalam keputusan tunggal Eropa yang akan memotong biaya inovasi dalam bisnis. (ren)