Alasan Mega Proyek RI Lamban
VIVAnews - Rendahnya kualitas dan kuantitas infrastruktur di Indonesia disinyalir akibat pemerintah kurang mengoptimalkan kapasitas dari sektor swasta. Akibatnya, akselerasi pertumbuhan ekonomi tak berjalan karena minimnya dukungan infrastruktur.
Peneliti ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latif Adam, menilai sektor swasta memiliki keahlian untuk membangun infrastruktur secara efektif dan efisien. Hal ini yang belum bisa dilakukan oleh pemerintah.
"Pemerintah perlu mengoptimalkan keterlibatan sektor swasta melalui skema public private partnership (PPP)," ujar Latif di acara Indonesia's Infrastructure Outlook 2012 di Gedung BRI II, Jakarta, Kamis 19 Januari 2012.
Latif menilai, perkembangan proyek PPP di Indonesia sejauh ini belum berjalan mulus karena beberapa kendala. Kendala itu antara lain tumpang tindih peraturan, lambannya legalisasi Rancangan Undang-Undang Pengadaan Lahan, serta belum dilengkapinya jaminan penggantian biaya investasi dari pemerintah.
"Tersendatnya proyek bisa diakibatkan kesulitan pembebasan lahan dan demo dari masyarakat," imbuhnya.
Hambatan lainnya adalah belum matangnya persiapan proyek, serta rendahnya komitmen penanggung jawab proyek kerja sama (PJPK). "PJPK juga lebih suka menggunakan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) daripada menawarkan pada swasta untuk membangun beberapa infrastruktur," kata Latif.
Dia menambahkan, penghambat pembangunan proyek PPP lainnya adalah rendahnya keuntungan investasi atau rate of return on investment, belum adanya dukungan dana awal (viability gap fund), dualisme pengelolaan proyek oleh beberapa lembaga di kementerian, serta citra PPP di daerah yang belum terbangun dengan baik. (art)