Mekanisme Ganti Rugi RUU Pengadaan Lahan

VIVAnews - Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum menyampaikan ketentuan ganti rugi yang diberikan harus kepada yang berhak dan bentuk ganti rugi tidak hanya dalam bentuk uang.
"Bentuk ganti kerugian berupa uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham ,dan bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak," ujar Ketua Panitia Khusus RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, Daryatmo Mardiyanto dalam Sidang Paripurna, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Jumat 16 Desember 2011.
Daryatmo menuturkan, pilihan atas nilai dan bentuk ganti rugi merupakan pengaturan yang sama sekali baru dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. "Sebab, selama ini masyarakat mengenal ganti kerugian hanya berupa uang," kata dia.
Dia menambahkan, jika terjadi hambatan dalam pengadaan tanah di atur mengenai konsultasi publik yang merupakan tahap persiapan pengadaan tanah. "Konsultasi ini dilakukan dengan maksud untuk mencapai kesepahaman dan kesepakatan dalam perencanaan pengadaan tanah," ujar Daryatmo.
Kalau belum mencapai titik temu, lanjut Daryatmo, Gubernur membentuk Tim untuk mengkaji keberatan yang diajukan pihak yang berhak. "Berdasarkan rekomendasi tim pengkaji, Gubernur mengeluarkan surat diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana lokasi pembangunan," katanya.
Dengan demikian, menurutnya, hak-hak masyarakat terhadap keberatan rencana pengadaan tanah yang akan digunakan sebagai lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dijamin dengan adanya kesempatan untuk mengajukan gugatan atas penetapan lokasi rencana pembangunan.
Kemudian untuk menentukan ganti kerugian, Daryatmo menjelaskan, terdapat lembaga penilaian yang bertugas untuk menilai secara objektif terhadap pengadaaan tanah.
"Guna mencapai kesepakatan nilai ganti kerugian antara instansi yang membutuhkan tanah dengan pihak yang berhak. Oleh karenanya, diperlukan lembaga penilai yang independen dengan menggunakan standar penilaian yang diakui secara nasional," kata Daryatmo.
Sedangkan untuk tanggung jawab, lanjut Daryatmo, lembaga penilai bertanggung terhadap pada penilaian yang telah dilaksanakan dan pelanggaran terhadap kewajiban penilai tersebut dikenakan sanksi administratif atau pidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Daryatmo melanjutkan, dengan adanya nilai dan ganti rugi diharapkan akan mendorong terjadinya konsultasi publik maupun musyawarah antara masyarakat dengan pemerintah secara terbuka dan dialogis.
"Permusyawaratan tersebut, maka pilihan atas jenis dan bentuk ganti kerugian ditentukan atas kesadaran pilihan masyarakat dan pilihannya itu kemudian diterima oleh pemerintah sebagai bagian prinsip melindungi rakyatnya," kata Daryatmo. (eh)