Gambaran Ekonomi Indonesia pada 2012
VIVAnews - Perekonomian Indonesia pada 2012 masih dibayangi ketidakpastian global, terutama yang bersumber dari masalah utang dan defisit anggaran negara-negara di Uni Eropa.
Namun, di tengah perlambatan ekonomi global itu, analis ekonomi PT Samuel Sekuritas Indonesia, Lana Soelistianingsih, optimistis pertumbuhan ekonomi akan tetap pada level 6,7 persen pada 2012.
"Prediksi kami, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,7 persen, inflasi 4,9-5,5 persen, tapi bukan karena ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), melainkan hanya pembatasan BBM," kata Lana dalam diskusi media 'Economic Outlook 2012', di Menara Imperium, Jakarta, Kamis, 29 Desember 2011.
Lana juga memprediksi nilai tukar rupiah pada 2012 akan berada pada level Rp8.900-9.150 per dolar Amerika Serikat. Sementara itu, tingkat suku bunga acuan atau BI Rate berada di level 6 hingga 6,5 persen seiring kenaikan inflasi.
"Target di atas enam persen masih sangat mungkin, IMF saja menganggap 6,3 persen, meskipun turun sedikit dari 6,5 persen," ungkapnya.
Dia mengakui, pertumbuhan ekonomi Indonesia versi skenario Bank Dunia hanya berada pada level optimistis antara 6 sampai 6,3 persen. Sementara itu, pada level moderat berada di posisi 5,5 sampai 5,9 persen. Untuk level pesimistis, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2012 hanya berada di level 4,5 sampai 5,5 persen.
"Ekonomi dunia masih diperkirakan tumbuh sekitar empat persen, perlambatannya kecil dan tidak seburuk 2009," kata Lana.
Dia menjelaskan, tantangan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2012 masih bersumber dari kondisi ekonomi global. Namun, di tengah gejolak tersebut, ekonomi dunia masih memberikan kabar positif.
Faktor positif tersebut di antaranya perbaikan ekonomi AS, yaitu berkurangnya risiko ekonomi akibat pelaksanaan pemilihan presiden AS pada November 2012.
Hal lain adalah suntikan modal Bank Sentral Uni Eropa pada tahap I senilai 489 miliar euro. Sementara itu, suntikan modal tahap II akan dilakukan pada Februari 2012 dengan total dana mencapai satu triliun euro.
"Portfolio rebalancing dari UE ke pasar Asia termasuk Indonesia, kami perkirakan pada kuartal pertama 2012," kata dia. "Intra trade Asia yang kuat, lebih besar dari perdagangan Indonesia-AS, Indonesia-UE, dan lainnya."
Sementara itu, dari sisi negatif ekonomi global, Lana mengungkapkan, masih ada potensi ketidakstabilan nilai tukar euro yang cenderung menuju bubarnya mata uang tunggal tersebut. Hal itu bisa ditandai dengan permintaan dolar AS yang semakin meningkat.
Kawasan Eropa juga masih dihantui dengan adanya potensi resesi, karena kebijakan fiskal yang sangat ketat.
"Utang jatuh tempo 2012 di UE mencapai 776 miliar euro, Roubini (ekonom AS, Nouriel Roubini) pernah bilang, hati-hati dengan ekonomi China, dan adanya konflik Iran versus AS-Israel membuat harga minyak mentah dunia sulit turun," kata Lana.
Tak hanya dari luar negeri, Indonesia harus menghadapi kemungkinan tantangan ekonomi domestik yang harus dikelola secara baik. Tantanggan tersebut di antaranya pasar domestik yang kuat dengan dukungan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa. Demografi penduduk Indonesia juga dianggap memiliki struktur yang baik dengan stabilitas politik dianggap menguntungkan.
"Di saat yang sama, struktur PDB itu dominan dari dalam negeri. PDB kita 70 persen dikuasai sektor domestik," kata dia.
Untuk kegiatan ekspor, Indonesia dengan basis produk komoditas masih cukup diuntungkan. Alasannya, produk komoditas Indonesia bersifat inelastik atau tidak bisa digantikan oleh yang lainnya. "Ekspor manufaktur akan kena dampak, tapi untuk komoditas akan kuat," kata dia.
Dari sisi fiskal dan moneter, Indonesia juga dinilai telah melakukan koordinasi dengan cukup baik. Namun, dia mengingatkan perlunya perbaikan serapan anggaran dan efisiensi fiskal terutama yang terkait dengan proyek infrastruktur. (art)