American Airlines Terancam Bangkrut
VIVAnews - Maskapai penerbangan Amerika Serikat, American Airlines mengajukan perlindungan dari kebangkrutan. Perusahaan akan memangkas belanja tenaga kerja dalam menghadapi tingginya harga bahan bakar dan permintaan perjalanan.
AMR Corp, induk American Airlines, juga mengumumkan kebangkrutan. Bahkan, perusahaan telah mengganti para pimpinan eksekutif mereka.
Perusahaan yang pernah menjadi operator terbesar AS --yang mempekerjakan 88 ribu karyawan-- sudah terlibat negosiasi dengan serikat pekerja selama bertahun-tahun.
Terutama, dalam mempersoalkan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi dari operator lainnya, baik kompetitor domestik maupun asing yang telah melakukan restrukturisasi untuk menghindari kebangkrutan.
United Continental Holdings Inc United Airlines dan Delta Air Lines Inc, keduanya memotong biaya tenaga kerja dan melakukan kemitraan dengan cara merger. Saat ini, mereka menjadi operator terbesar AS. Sementara itu, American Airlines menempati peringkat ketiga.
"Dunia berubah di sekitar kita," kata Chief Executive AMR Corp, Tom Horton kepada wartawan saat konferensi pers, seperti dilansir laman Reuters.
"Ini menjadi semakin jelas bahwa kesenjangan biaya antara kami dan pesaing tak bisa dipertahankan," tutur Horton. Horton ditunjuk AMR Corp sebagai ketua dan kepala eksekutif, menggantikan Gerard Arpey yang telah pensiun.
Sementara itu, American Airlines berencana untuk beroperasi secara normal, meski dalam ancaman kebangkrutan. Namun, pengajuan perlindungan dari kebangkrutan itu bisa menimbulkan terjadinya pensiun dini pada 130 ribu pekerjanya.
AMR juga menyiapkan dana jangka pendek untuk mendanai pensiun sekitar US$10 triliun. Namun, perusahaan asuransi pemerintah memperkirakan, kegagalan negosiasi bisa menjadi yang terbesar dalam sejarah AS.
Ray Neidl, analis industri penerbangan dari Maxim Group, mengatakan bahwa kurangnya kemajuan dalam pembicaraan kontrak dengan pilot karier bisa berujung pada pemutusan hubungan kerja, meskipun perusahaan memiliki dana cukup untuk beroperasi.
"Mereka proaktif (dalam negosiasi kontrak kerja)," kata Neidl. Namun, ia menambahkan, perusahaan harus memiliki cadangan kas yang cukup untuk melalui masa-masa krisis ini. (art)