28 Sektor Bisnis yang Tergoyang Krisis Dunia

VIVAnews - Sejumlah kalangan dan Bank Indonesia mulai mewaspadai gejala perlambatan ekonomi dunia yang mulai menerpa sektor riil pada tahun 2012. Sebelumnya, krisis Eropa dan Amerika Serikat telah mengguncang sektor keuangan di berbagai dunia.
Hasil penelitian PT Bank Danamon Tbk berjudul "Indonesian Economic Outlook 2011-2012, Tailwind from the Euro Area" yang diperoleh VIVAnews.com memetakan 28 sektor usaha yang kemungkinan terpapar oleh dampak krisis keuangan global yang merembet ke sektor riil.
Ke-28 sektor ekonomi itu dikelompokan kepada dua kelompok besar yaitu kandungan bahan baku dan orientasi bisnis. Selanjutnya, kedua bagian itu dipecah kedalam kandungan lokal tinggi dan rendah serta orientasi ekspor atau domestik.
Untuk sektor usaha berorientasi ekspor dengan kandungan bahan baku impor tinggi, industri obat-obatan dan kesehatan, garment, elektronika, sepatu olahrga, industri logam dasar non besi, industri kertas, dan pabrik pemintalan.
Sementara untuk sektor usaha berorientasi bisnis dengan kandungan bahan lokal, Danamon mencatat industri-industri seperti minyak sayur, karet remah, bubur keras, ban, pupuk, papan lapis, dan furnitur kayu, akan ikut tergoyang imbas krisis global.
Dari industri berorientasi dalam negeri, sektor bisnis yang bakal digoyang imbas krisis adalah otomotif dan komponennya, serat tekstil, baja, dan pakan ternak. Bisnis ini dianggap mengandung kandungan bahan baku impor yang cukup tinggi.
Sedangkan tipe industri berorientasi lokal dan mengandung bahan baku lokal yang terimbas dampak adalah rokok mengandung cengkeh, semen, kertas budaya, minyak sayur dari kelapa sawit, gula pasir, pabrik tenun, dan bahan kimia organik.
"Yang paling aman adalah industri yang digunakan untuk memenuhi permintaan domestik," ujar Kepala Ekonom Bank Danamon Anton Gunawan.
Kendati ke-28 sektor usaha itu diperkirakan terpapar krisis ekonomi global yang kembali memanas, Indonesia juga dianggap harus memperhatikan kondisi perekonomian di china dan India. Kedua negara ini menjadi pasar produk nasional yang terbesar dibandingkan pasar lain di dunia.
"Kalaupun Eropa kolaps, ekspor China ke Eropa akan melambat, tapi ekspor kita ke China tetap karena dipakai konsumsi domestiknya," ungkap Anton. (eh)