Faisal Basri Jadi Saksi Pajak Asian Agri
VIVAnews - Pengamat ekonomi Faisal Basri menjadi saksi dari PT Asian Agri dalam kasus terdakwa Suwir Laut yang merupakan Manajer Pajak Asian Agri di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam kesaksiannya, Faisal menghitung besaran pajak lahan sawit seluas 100.000 hektare. Luas tersebut setara dengan luas kebun milik Asian Agri.
Menurut Faisal dalam waktu empat tahun, pajak kelapa sawit dengan luas kebun 100.000 hektare yaitu sebesar Rp378 miliar. Nilai tersebut berbeda jauh dengan perhitungan Jaksa Penuntut Umum senilai Rp1,259 triliun.
Dasar perhitungannya adalah per hektare kelapa sawit menghasilkan empat ton minyak sawit. Harga minyak sawit per ton senilai US$350, sehingga satu hektare kelapa sawit dapat menghasilkan US$ 1.400 atau setara Rp 12,6 juta. Dipotong pajak sebesar 30 persen, maka per hektare kelapa sawit dikenai pajak sebesar Rp945.000.
"Jika luas kebun sawit 100.000 hektare, maka pajaknya Rp94,5 miliar per tahun, sehingga dalam empat tahun total pajaknya Rp378 miliar," ujar Faisal, Kamis 27 Oktober 2011.
Sementara itu, saksi lainnya, ahli akuntansi dari Universitas Gajah Mada (UGM), Sumiyana menyatakan bahwa konfirmasi dalam audit investigasi harus dilakukan.
"Jika sumber audit tersebut dibatasi, maka pendapatnya harus disclaimer (tidak memberikan pendapat). Konfirmasi dalam audit investigasi ini penting, karena jika tidak ada konfirmasi, laporan hasil audit tersebut tidak dapat dipercaya," ungkapnya.
Audit Terbatas
Sebelumnya, Kepala Subdirektorat Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Juniver Sinaga, mengatakan audit investigasi yang dilakukannya terhadap 14 anak perusahaan Asian Agri hanya dibatasi pada data yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Karena itu, investigasi tersebut dilakukan tanpa konfirmasi kepada perusahaan penghasil minyak sawit tersebut. Hasil audit investigasi BPKP yang dilakukan dalam kurun waktu 40 hari tersebut menyimpulkan bahwa telah terjadi kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp1,29 triliun.
Seperti diketahui, Suwir Laut didakwa dengan pasal 39 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000 tentang Pajak. Suwir Laut dituding menyampaikan SPT yang tidak benar atau tidak lengkap untuk tahun 2002 hingga 2005 yang berakibat pada kerugian negera senilai Rp 1,259 triliun.
Ia terancam hukuman maksimal kurungan penjara enam tahun dan denda empat kali dari nilai kerugian negara. Sidang akan dilanjutkan Kamis, 3 November 2011 dengan agenda keterangan terdakwa, Suwir Laut.