Asia Siap Pimpin Perdagangan Dunia

VIVAnews - Perdagangan negara-negara di Asia diperkirakan melonjak dua kali lipat pada 2025. Pesatnya aktivitas ekonomi tersebut menyebabkan negara Asia bakal menjadi pemain kunci dalam pertumbuhan perdagangan dunia, kendati saat ini ekonomi global tengah dilanda krisis.
Hal tersebut terungkap dari laporan Quarterly Trade Connection yang dikeluarkan HSBC seperti dikutip VIVAnews.com dari Reuters, Selasa, 11 Oktober 2011.
Perdagangan Asia ditaksir tumbuh 96 persen mencapai sekitar US$14 triliun pada 2025. Setiap tahun, perdagangan negara Asia diperkirakan tumbuh 4,8 persen per tahun atau lebih tinggi dari estimasi 3,8 persen dari perdagangan global.
HSBC mengungkapkan, pihaknya menemukan kekhawatiran dari importir di Asia dan eksportir mengenai prospek perdagangan selama enam bulan mendatang. Sebanyak 41 persen memperkirakan ekonomi dunia akan mengalami penurunan.
"Tak diragukan lagi, risiko bisnis jangka pendek masih akan menghambat kondisi ekonomi," ujar Regional Head HSBC Commercial Banking Asia Pacific, Noel Quinn.
Negara-negara yang kehilangan kepercayaan terhadap perdagangan ekonomi global itu di antaranya Singapura, China, dan India.
Sementara itu, kegiatan bisnis di Australia, Singapura, Vietnam, dan China mulai mengkhawatirkan kemampuan pembayaran dari para pembeli dan berharap pembayaran di muka atau perjanjian pembayaran yang diperketat dengan perusahaan pemasok.
China diprediksi masih menjadi mitra dagang terbesar pada 2025. Nilai perdagangan China pada 2010 sebesar US$1,1 triliun diprediksi meningkat menjadi lebih dari US$2 triliun pada 2025.
Pangsa pasar produk dagang China di perdagangan internasional diperkirakan mencapai 13 persen pada 2025. Posisi ini menyisihkan Amerika Serikat sebagai negara dengan kegiatan perdagangan terbesar.
Perdagangan China tersebut didorong oleh komoditas dan pertumbuhan industri manufaktur di China daratan.
Sementara itu, perdagangan antara negara-negara Asia Pasifik dengan Brasil diharapkan ikut meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi US$206 miliar pada 2025. (art)