Presiden Tak Tegas Naikkan Harga BBM
VIVAnews - Perdebatan terkait subsidi bahan bakar minyak (BBM) karena Presiden tidak bisa tegas dalam memutuskan masalah ini. Pemerintah belum berani memilih opsi menaikkan harga BBM.
Kementerian Keuangan selama ini terus mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral secepatnya memutuskan kebijakan pembatasan BBM. Namun, program yang dirancang dari akhir tahun lalu molor hingga sekarang.
Alasannya, Kementerian ESDM merasa belum siap melakukan pembatasan BBM bersubsidi. "Jika ada kementerian yang berselisih, seharusnya Presiden tegas" ujar pengamat ekonomi Chatib Basri ketika dihubungi VIVAnews.com di Jakarta, Kamis, 30 Juni 2011.
Menurut dia, jika pemerintah tidak sanggup dengan beban BBM bersubsidi, pemerintah harus menaikkan harga BBM.
Chatib menilai, kenaikan harga BBM jenis Premium yang relevan saat ini Rp1.500 atau menjadi Rp6.000 per liter. Kenaikan harga BBM itu akan memicu tambahan inflasi 2,1 persen, sehingga akhir tahun inflasi berkisar 7-8 persen.
"Inflasi sebesar itu wajar, karena selama ini rata-rata inflasi 7 persen," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah menaikkan angka defisit akibat beban subsidi BBM juga tidak wajar. Idealnya, defisit digunakan untuk membangun infrastruktur atau untuk belanja modal.
"Tapi, kalau defisit membengkak gara-gara untuk membayar uang, itu tidak tepat. Bagaimana mau melakukan kebijakan seperti itu? Menurut saya naikkan saja harga BBM," tegasnya.
Pemerintah tidak perlu takut aspek politis yang akan membayangi jika BBM naik. Buktinya, pemerintah di masa Susilo Bambang Yudhoyono pernah menaikkan BBM selama tiga kali. Bahkan, pada 2005 menaikkan BBM sebesar 30 persen dan 120 persen.
"SBY malah terpilih kembali. Jika ada argumen karena politik, saya tidak melihat di mana," katanya.
Pemerintah menaikkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari 1,8 persen menjadi 2,1 persen. Angka defisit itu tidak berubah lagi asalkan Kementerian ESDM menetapkan kebijakan pengaturan BBM bersubsidi tahun ini. Sebab, tren konsumsi BBM sudah lebih tinggi dibanding biasanya. (art)