Kebijakan Tonase Cemaskan Eksportir

VIVAnews - Eksportir Sumatera Barat cemas bila mogok massal para awak truk berlarut-larut, akibat kebijakan tonase yang diterapkan pemerintah daerah sejak 1 Juli 2011. Jika kondisi ini berlanjut, perusahaan eksportir mengaku akan rugi besar.
“Jika memang perusahaan menaikkan harga ongkos angkut, ini akan memberatkan eksportir. Biaya yang kami keluarkan akan membengkak dan pasti harga akan melonjak,” kata Sekretaris Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI) cabang Padang, Djaswir Loewis, kepada VIVAnews.com, Rabu, 13 Juli 2011.
Sejauh ini, ujarnya, aksi mogok para pemilik dan awak truk di Sumbar kemarin belum berdampak berat bagi para pengusaha eksportir. Meskipun ada sejumlah agenda ekspor yang tertunda dilakukan karena aksi mogok para pemilik truk, hal ini bisa diundur untuk beberapa hari ke depan.
“Karena yang kami kirim itu bahan baku, jadi pengirimannya bisa ditunda,” kata Djaswir.
Namun, GPEI berharap, pemerintah segera mencarikan solusi terbaik terkait pelaksanaan kebijakan tonase. Karena, kebijakan ini bisa menyebabkan kenaikan harga pokok sejumlah bahan baku yang diekspor ke sejumlah negara dan akan berpengaruh terhadap kesepakatan yang telah disetujui antara eksportir dan importir.
“Mesti ada win-win solution untuk mengatasi masalah ini agar ongkos angkut tidak melonjak dalam jumlah besar,” ujarnya.
Hingga April 2011, nilai ekspor Sumbar dari komoditas non migas tercatat US$341,4 juta.
Turunkan Tarif
Ketua Organda Sumbar, S Budi Syukur, mengaku, pihaknya bersedia menurunkan tarif angkut yang telah ditetapkan naik 100 persen, pascakebijakan pemerintah menerapkan aturan tonase baru. “Asal pemerintah memberi dispensasi 50 persen dari aturan tonase yang ada sekarang," katanya.
Ia mengakui, dengan kebijakan tonase saat ini, idealnya kenaikan tarif angkut barang mencapai 175 persen dari tarif awal. “Tapi, hal ini pasti akan sulit bagi pemilik barang. Harapan kami, pemerintah mau mengkaji kembali kebijakannya,” ujar Budi.
Menurut Organda, pengaturan tonase menyebabkan pemilik truk kehilangan sepertiga muatannya dibandingkan sebelum aturan ini diterapkan. Hal ini yang membuat 100 perusahaan transportasi di Sumbar yang memiliki ribuan armada truk memilih berhenti beroperasi. (art)
Laporan: Eri Naldi l Padang