Ini Provinsi Paling Boros Bahan Bakar
VIVAnews - Pemerintah menyatakan hingga semester pertama tahun ini sebagian besar provinsi mengalami pembengkakan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi, khususnya jenis bensin Premium. Tercatat, 13 provinsi mengalami pembengkakan hingga di atas 5 persen dari kuota Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2011.
Bangka Belitung dan DKI Jakarta merupakan dua daerah yang paling boros. Mereka masing-masing konsumsi Premiumnya membengkak hingga di atas 10 persen.
Hal ini disampikan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Evita Herawati Legowo, saat rapat kerja dengan Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, di Jakarta, Kamis petang, 7 Juli 2011.
Berikut daerah-daerah yang mengalami kelebihan kuota premium hingga di atas 5 persen:
1. Bangka Belitung: 115,0 persen dengan realisasi 0,13 juta kiloliter
2. DKI Jakarta: 110,5 persen (0,96 juta KL)
3. Jambi: 109,8 persen (0,19 Juta KL)
4. Sumatera Barat: 109,6 persen (0,30 juta KL)
5. Sumatera Selatan: 109,4 persen (0,36 Juta KL)
6. Kalimantan Tengah: 109,3 persen (0,13 juta KL)
7. Kalimantan Barat: 107,3 persen (0,21 Juta KL)
8. Sumatera Utara: 107,2 persen (0,70 juta KL)
9. Banten: 107,1 persen (0,62 juta KL)
10. Kepulauan Riau: 106,8 persen (0,14 juta KL)
11. Kalimantan Selatan: 106,8 persen (0,22 juta KL)
12. Jawa Barat: 106,5 persen (1,97 Juta KL)
13. Riau: 106,4 persen (0,36 juta KL)
Sedangkan untuk daerah yang kuotanya kurang di bawah 5 persen adalah:
1. Nanggroe Aceh: 105 persen (0,24 juta KL)
2. Sulawesi Selatan: 105 persen (0,37 juta KL)
3. Lampung: 104 persen (0,34 juta KL)
4. Kalimantan Timur: 104 persen (0,27 juta KL)
5. DI.Yogyakarta: 104 persen (0,22 juta KL)
6. Jawa Timur: 103 persen (1,66 juta KL)
7. Jawa Tengah: 102 persen (1,26 juta KL)
8. Bali: 102 persen (0,35 juta KL)
Meski mengalami kelebihan kuota, Evita mengatakan, penjualan Pertamax alias bensin tak bersubsidi mengalami peningkatan hingga 1,3 persen selama Juni lalu. Rata-rata konsumsi Pertamax naik menjadi 1.410 KL per hari dari sebelumnya pada Mei yang hanya 1.250 KL. "Ada kenaikan 1,28 persen," katanya.
Kenaikan ini, menurut Evita, merupakan dampak dari sosialisasi pengaturan BBM bersubsidi dan turunnya harga Pertamax.
Sayangnya, bila dibandingkan dengan awal tahun, konsumsi Pertamax masih turun. Pada Januari, penjualan Pertamax mencapai 2.030 KL per hari. Ini karena harga Pertamax masih murah, Rp7.500-Rp7.850 per liter.
Kemudian pada Februari, ketika harga Pertamax naik menjadi Rp7.950, penjualan Pertamax turun menjadi 1.090 KL per hari. Penjualan Pertamax makin menurun pada bulan-bulan selanjutnya.
Pada Maret, 1.630 KL per hari menyusul harganya yang melambung menjadi Rp8.100 per liter. Demikian juga pada April, saat harga Pertamax mencapai Rp8.700 per liter, penjualannya hanya 1.550 KL per hari. Puncaknya ketika Mei, harga Pertamax melebihi Rp9.000 per liter, penjualan Pertamax hanya sekitar 1.250 KL per hari. (ren)